Senin, 28 April 2014

Proposal Kewirausahaan

PROPOSAL USAHA
KETA (Keripik Kita)



I. LATAR BELAKANG
Keripik singkong merupakan salah satu produk makanan ringan yang banyak digemari konsumen. Rasanya yang renyah dan murahnya harga yang ditawarkan menjadikan produk tersebut sebagai alternatif tepat untuk menemani waktu santai para mahasiswa di kampus Gunadarma.
Meskipun trend tersebut belum lama dikenal masyarakat luas, namun perkembangannya sudah sangat pesat, sehingga banyak produsen keripik singkong mulai beralih jalur dengan menambahkan rasa manis pada keripik singkong pedas pada produk yang diciptakannya.
Kami menjual keripik singkong di lingkungan kampus karena masih jarang ditemukannya pen jual keripik singkong balado seperti produk kami ini.

II. VISI USAHA
Memperkenalkan dan mempertahankan kualitas produk makanan Indonesia “keripik Singkong” yang mampu menjadi makanan yang berkualitas, menarik dan diterima oleh kalangan mahasiswa sebagai makanan cepat saji atau cemilan.

III. MISI USAHA
Adapun misi yang kami terapkan adalah :
·         Memperkenalkan produk keripik singkong pada mahasiswa
·         Memberikan kepuasan kepada konsumen
·         Memanfaatkan bahan baku utama, sehingga singkong menjadi makanan yang berkualitas
·         Mencari keuntungan dari modal yang kecil

IV. ANALISA PELUANG USAHA
Peluang usaha sudah merupakan kunci penting dalam proses pemasaran karena pemasaran akan berjalan dengan lancar apabila sudah mendapatkan peluang usaha yang kita inginkan.
Bukan hanya rasanya saja yang berbeda namun kami akan membuat keripik singkong ini dalam kemasan yang lebih menarik, sehingga para konsumen tidak akan mengalami kejenuhan dalam mengkonsumsi makanan ini.
Kami akan menjual keripik singkong ini di lingkungan kampus, sehingga para mahasiswa akan lebih mudah mengenali produk kami.

Apabila kita lihat dari analisa sistem SWOT  seperti hal berikut :
SWOT
Strengths (Kekuatan) :
Ø  Harga keripik singkong ini cukup terjangkau oleh kalangan mahasiswa.
Ø  Kualitas dari keripik singkong ini sangat terjamin rasa dan kebersihannya.
Ø  Keripik ini mempunyai rasa pedas manis.
Ø  Keripik singkong dapat menjadi salah satu alternanif makanan ringan yang praktis, dan hemat.



Weakness (Kelemahan)
Ø  Minimnya modal bahan yang di produksi kurang banyak.
Ø  Bahan baku keripik singkong yang mudah rusak.
Ø  Keripik singkong akan mudah rusak jika penyimpanan yang dilakukan sembarangan atau ditumpuk.

Opportunity (Peluang)
Ø  Kondisi mahasiswa yang semakin konsumtif sehingga mempermudah kami untuk memasarkan produk.
Ø  waktu luang yang renggang membuat mahasiswa mudah lapar sehingga ingin makan camilan.

Threats (Ancaman)
Ø  Munculnya produk baru yang lebih unggul.

V. TARGET PASAR / KONSUMEN
    Rata-rata penggemar berat makanan pedas adalah kalangan remaja atau anak muda, khususnya para mahasiswa di Universitas Gunadarma.

VI. CARA PEMASARAN
            Kami mendatangi secara langsung mahasiswa yang sedang berada di luar kelas (sedang tidak ada jam kuliah). Lalu menawarkan kepada mereka untuk mencicipi produk kami secara gratis sebelum mereka membeli.

VII. BIAYA PRODUKSI
                Adapun harga - harga dari bahan - bahan pembuatan keripik singkong dan biaya - biaya yang akan keluar dalam produksi keripik pisang ini yaitu :
No.
Bahan baku
Harga
1.
Keripik singkong kiloan
Rp. 20.000/kg
2.
Plastik es (1/4)
Rp. 5.000/pack
3.
Lilin
Rp. 1.000/batang
4.
Label merk
Rp. 1.000/lbr

Modal awal         = Rp. 30.000/orang
Rp. 30.000 x 4 orang = Rp. 120.000

Adapun perhitungan awal produk KETA :
·         Keripik singkong 5kg x Rp. 20.000 = Rp. 100.000-,
·         Plastik pembungkus keripik 1 pack x Rp. 5.000 = Rp. 5.000-,
·         Lilin 2 batang x Rp. 1.000 = Rp. 2.000-,
·         Label merk 3 lembar x Rp. 1.000 = Rp. 3.000-,

Total keseluruhan perhitungan awal = Rp. 110.000-,
Modal awal – total perhitungan awal
Rp. 120.000 – Rp. 110.000 = Rp. 10.000-, (sebagai biaya tak terduga)




HARGA PENJUALAN
Penjualan awal 40 bungkus.
1 bungkus keripik singkong = Rp. 5.000-,
·         40 bungkus x Rp. 5.000 = Rp. 200.000-,

KEUNTUNGAN
Harga jual – modal awal
Rp. 200.000 – Rp. 120.000 = Rp. 80.000-,

VIII. PENUTUP
                Dalam melakukan usaha dituntut untuk serius dan Fokus, kita tidak bisa dalam memulai bisnis itu secara setengah tengah. Kami pun mengerti cara untuk berwirausaha walaupun dengan usaha kecil dan dalam lingkup yang sempit.

Demikian proposal ini kami buat, semoga proposal ini dapat terealisasi dengan baik sebagai bagian dari tugas kuliah Kewirausahaan. Semoga Allah SWT memberikan berkat dan Rahmat-Nya bagi kita semua, sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.


NAMA KELOMPOK :
1. Saarah Kurniawati (16612764)
2. Sarah Ariesta Putri (16612835)
3. Tania Simbar Kancana (17612289)
4. Vitaloka Ayudya Dewi (17612613)

KELAS : 2 SA 01

Minggu, 27 April 2014

Sebuah puisi - Jangan Dia



Mata ini tertuju padamu
Bagai mata elang dalam tatapnya
Aku terhanyut olehnya
Aku terjatuh dalam peluknya

Dia adalah jelmaan khayalku
Tokoh fiksi dalam benakku
Datang dalam nyataku
Bagaikan kisah dilamunanku

Tuhan, janganlah Dia
Jangan berikanku sakit karena Dia
Cintaku hanya Dia
Tuhan, aku tertunduk memohon janganlah Dia

Mengapa sakit sekali
Khayalku yang memenuhi pikiran ini
Menjadi nyata di hadapku ini
Janganlah Dia yang kau renggut dari hati

Dia bagaikan diriku yang lain
Ambilah Tuhan!
Jadikan Dia kembali dalam fiksi
Tapi, utuhkanlah jiwa retak ini

By : Tania S.K

Hitamnya Keajaiban(30) part.3 - the last




A
khirnya, kuliah kami berakhir pukul tiga sore. Rasanya aku tak ingin pulang, jika aku pulang pasti aku akan menangis kembali. Apa ini takdirmu ya Tuhan? Kau membiarkanku melupakan binder yang seharusnya aku bawa, sehingga aku harus kembali dan mengulur waktu. Sampai pada akhirnya aku harus bertemu dengan Adit secara tak disengaja itu? Sebenarnya apa rencanaMu?
                “Nay, udah sejam loh kita di depan sini. Lo gamau pulang? Jangan sedih terus.” Ucap Aida yang duduk di sampingku. Ya, kami sedang duduk di bawah pohon rindang depan gerbang depan kampusku. Cuacanya sangat mendukung, begitu mendung.
                “Oh, sorry Da. Yaudah lo pulang duluan aja gak apa-apa.” Jawabku tersenyum(maksa).
                “Yakin? Gue tungguin sebentar lagi deh ya sampe lo tenang.” Ucap Aida.
                “Naya!” panggil seorang cowok dari sebelah kiriku. Dari arah mobil gold yang terparkir tak jauh dari tempatku duduk. Dia menghampiri kami.
                “Adit?” gumamku dalam hati.
                “Nay, gue pulang deh ya?” ucap Aida tersenyum penuh arti.
                “Iya, makasih ya Da. Hati-hati di jalan.” Balasku penuh senyum, ya ini senyumku tidak memaksa.
                Aku dan Adit pun duduk berdua di bawah pohon itu. Aku tak pernah berpikir kita akan duduk berdua sedekat itu. Aku bisa memandang wajahnya lebih dekat, tidak  jauh lagi seperti dulu, bahkan sekarang aku menyadari betapa lembutnya pandangan mata Adit. Tidak setajam yang aku lihat dulu.
                “Kamu belum pulang?” tanya Adit memulai percakapan.
                “Belum, kan kosan aku deket tinggal jalan ke belakang kampus. Kamunya?”
                “Aku males pulang.” Dia menggeleng dengan senyum di bibirnya.
                “Oya, aku mau tanya soal yang kemarin,,,” aku belum sempat meneruskannya.
                “Gak ada kabar? Maaf ya, kemarin itu aku sibuk dan ada masalah dengan keluargaku. Jadi yang megang hp-ku itu temenku. Mungkin yang ngebalesin kamu bukan Adit lagi.”
                “Oh gitu, bukan karena masalah lain? Jangan ada yang ditutupin Dit, gak apa-apa kok. Mungkin kamu udah punya pacar disana?” ucapku dengan nada sok asik.
                “Engga, pasti dari status sama DP aku ya? Itu cuma kenalanku di sana, aku dikenalin sama temen. Jadi temen juga yang masuk-masukin kaya begitu.”
                “Iya deh kalo gitu.” Aku tersenyum, ini senyum yang menyakitkan. Kami terdiam beberapa saat. Dia sedang ada masalah jadi wajahnya begitu menyakitkan di mataku, dan aku sendiri sedang menahan sesak di dadaku. Hey, seorang cewek sangat peka terhadap kebohongan.
                “Yah lowbet.” Ucapku ketika mengeluarkan hp-ku.
                “Itu hp kamu? Coba liat.” Dia langsung merebutnya dariku, tanpa ada jawaban ‘ya’ dariku.
                “Tapi udah lowbet, tuh layarnya aja udah gelap.” Aku memperhatikannya mengutak atik hp-ku. Ya ampun dia membuka galeri fotoku.
                “Jangan! Jangan buka galeri di situ ada foto kamu!” dengan cepat aku merebutnya dari tangan Adit. Oups! Apa tadi aku keceplosan? Gawat!
                “Ih, coba lihat!” dia merebutnya kembali. Tidaaaak! Batinku dalam hati. Akhirnya kami saling berebut, suasana sudah sepi jadi terasa begitu ramai hanya dengan suara kami yang berebutan gak jelas. Sampai tangan kami tak sengaja saling bersentuhan. Hangat.
                “Gak apa-apa aku cuma pengen liat Naaay.” Ucapnya tertawa kecil.
                “Gak usah diliat ah, maap gak seharusnya aku simpen foto kamu. Balikin deh!” jawabku masih berusaha mengambil hp-ku dari tangannya.
Tiba-tiba saja, sriiing....
Itu nada bahwa hp-ku sudah mati sendiri saking lowbetnya. Kami terdiam saling melirik melihat hp-ku yang mati begitu saja.
                “Ahahaha, tuh kan mati. Udah sini!” ucapku tertawa garing. Dia pun mengembalikannya.
                “Alhamduliah yah pasti kamu. Hehe.” Balas Adit. Aku hanya bisa nyengir seperti kuda. Fiuh. Untung saja hp-ku mati.
Lalu kamipun diam lagi sejenak, tadi begitu gembiranya aku dan dia. Tadi begitu lepasnya tawa kita, tadi begitu leganya hatiku.
                “Aku,, aku pertengahan tahun ini mau ikut tes masuk kampus lagi.” Ucapnya tiba-tiba. Angin sejuk itu menyapaku lagi di dalam kampus yang sudah semakin sepi ini karena sudah semakin sore.
                “Kenapa?”
                “Aku mau kuliah di Medan. Tempat asalku.”
                “Jadi kamu pindah? Gak di kampus ini lagi, di kota ini?”
                “Iya, aku kesini cuma karena keinginan orangtuaku.”
                “Jadi kamu di sini hanya 3-4 bulan lagi?”
                “Iya, itupun kalau aku keterima tesnya.” Dia melihatku tersenyum pedih. Aku terdiam melihatnya, mataku mulai berair. Aku membuang pandanganku ke arah berlawanan.
                “Kenapa?” tanya Adit. Aku segera menarik nafas dalam-dalam.
                “Engga apa-apa.” Aku tersenyum, basi! Ini senyum palsuku.
                “Oh, iya aku gak suka tinggal disini. Aku lebih suka di sana, ingin sekali aja orang tuaku mengerti pilihan yang aku ambil. Aku tak ingin ada di jalan mereka terus.” Kepalanya menengadah menerawang daun-daun pohon yang lebat di atasnya. Lalu merenggangkan tubuhnya.
                “Yaudah, aku doain semoga kamu bisa keterima tesnya, kalau itu memang buat kamu seneng. Daripada disini tapi kepaksa.” Ucapku. Dia hanya tersenyum dengan ucapanku.
                “Besok kosong ga? Ada kuliah gitu?” tanyanya.
                “Engga, libur. Kenapa?”
                “Besok kita jalan yuk, kita nonton. Lagi ada film seru di bioskop.”
                “Oh, boleh aja.” Jawabku simple. Tidak, aku tidak merasa senang sedikitpun.
                “Tapi kalau jadi ya. Anak kelas aku juga ngajakin ke Bogor besok.”
                “Iya gak apa-apa terserah kamu aja.” Balasku tersenyum lebar(bohong!)
Kami pun pulang karena waktu sudah menunjukan pukul lima lebih lima belas menit. Dia kembali menuju mobilnya, dan aku berbalik menuju pintu belakang kampus.
                “Aku tahu kamu sedang berakting tadi. Bahkan sangat baik, seharusnya aku yang melakukan akting terbaik itu. Aku tahu, kamu sudah memiliki cewek itu ketika berlibur di kotamu. Asal kau tahu, cewek sangat mampu mencium kebohongan. Tapi, aku diam dan tersenyum tadi bukan berarti aku bodoh. Aku pun hanya berakting, supaya kamu tidak malu atas aktingmu yang sebenarnya jelek itu.” Ucapku pada diriku sendiri, dan tersenyum penuh arti pada langit-langit mendung.
_***_

                Kenapa hari ini begitu mendung ya? Dari tadi siang, apa karena hatiku juga sedang mendung? Sesaat tadi aku merasa kehangatan bersamanya, sedetik tadi saat kami bercanda tawa, ada rasa senang menjalari tubuhku. Bahkan aku pun bisa melihatnya di wajah Adit.          
Kenapa? Kenapa begini? Ini tidak adil. Dalam pikiranku berkecamuk bermacam asumsi. Mungkinkah dia ingin kembali ke Medan karena wanita itu? Dan bisa saja semua alasan dia tadi hanyalah omong kosong yang telah dia persiapkan, karena dia tahu aku pasti akan menanyakan itu. Lalu, sikap dia berbeda sekarang, bahkan dia tidak berniat mengirimiku pesan lagi. Aku merasa bahwa aku sudah diacuhkan,aku memang bukanlah siapa-siapa baginya. Tapi ini semua terlalu tidak adil bagiku.
                Bukankah cinta itu dicari, bukannya hanya menunggu? Bukankah aku sudah berusaha menemukan cintaku? Aku sebagai perempuan, memang harusnya diam menunggu. Tapi tentu saja tidak sekedar menunggu tapi juga harus mencari yang mana yang terbaik. Aku hanya berusaha mencintai seseorang dengan tulus, jika akhirnya dia bukan jodohku lalu mengapa kami dipertemukan?
                Kalau saja aku tidak melihatnya mungkin aku tidak akan merasa ingin tahu. Kalau saja sejak awal aku tidak diberi kesempatan untuk memiliki rasa suka sedikit saja padanya. Semua akan baik-baik saja. Mungkinkah mencintai itu dosa? Apakah memiliki perasaan suka pada seseorang itu dosa? Aku tidak berbuat macam-macam, hanya memiliki rasa, apa itu dosa? Sampai semua itu bukannya menyenangkanku malah menyakitiku sedalam-dalamnya.
                Kupandangi awan yang gelap karena mendung, angin dingin mulai merasuki tubuhku. Betapa menusuknya hingga hatiku terasa begitu remuk. Padahal aku tersenyum memandang awan gelap itu, tapi air mataku tetap tumpah mengalir dipipiku. Kini aku sudah benar-benar terbangun dari mimpi panjangku.
_***_

Aku terdiam,
Aku memendam,
Aku menghilang.
                                Naff “Dosa Apa”


A
pril – Entahlah, aku merasa hampa. Sebulan sudah Adit tak pernah lagi menghubungiku. Sebulan mondar-mandir masuk kampus, sebulan ini aku lalui tanpa sehembus udara pun darinya. Aku tahu, kami berada di satu kampus yang sama, gedung yang sama, hanya berbeda beberapa lantai. Aku tak lagi merasakan kehadirannya sejak kejadian itu. Dia lenyap. Aku mengerti di titik inilah aku harus kembali ke langkah awalku, langkah dimana aku belum pernah melihatnya sama sekali.
                “Nai, dia kemana?” tanya Aida membuyarkan lamunanku.
                “Oh, mana gue tahu. Udah pindah mungkin” aku hanya melirik Aida sekilas.
                “Kata siapa lo? Sejak kejadian itu kalian udah gak ada komunikasi kan?”
                “Iya. Mobilnya pun udah gak pernah ada di parkiran.” jawabku singkat tanpa menoleh sedikitpun dari awan mendung yang sejak tadi kupandangi.
                “Hmm, udahlah Nai. Kenapa masih lemes gini? Dia nyakitin lo yang berarti dia gak baik buat lo. Udah yuk, balik udah sore nih.”
                “Oh, udah sore yah. Ayo! Sorry ya Da, mulai sekarang gue bakal reset ulang pikiran dan hati gue kembali ke saat sebelum gue liat dia.” Ucapku tersenyum lebar.
                “Nah gitu dong!”
_***_

“Wah, udah akhir tahun aja. Pada malam tahun baruan nih.” Ucapku melihat kalender di atas meja.
“Dan ini malam yang damai, ya setidaknya begitu kelihatannya. Bintang-bintang berkumpul, bulan yang hampir bulat.” Kupandangi langit malam itu dari jendela kamarku.
Yah, berapa lama aku terlamun? Kejadian itu sudah lama aku lupakan. Bahkan sekarang aku lupa mengapa aku bisa menyukainya. Air mata tadi adalah tetes terakhir untuk mengenang betapa unik dirinya. Karena hanya dia satu-satunya lelaki yang 80% memiliki pikiran sejalan apapun itu denganku. Untuk pertama kalinya, hanya dia seorang. Itulah uniknya.
                Aku berjanji pada diriku sendiri untuk menyimpan kenangan itu tapi tidak rasa itu. karena akulah yang memilihnya saat itu, dan aku yakini dialah sosok impianku sejak dulu. Kelak kenangan itu pasti menjadi suatu hal yang indah dan lucu.
Rrrrr...Rrrrr
Satu pesan baru masuk ke hp-ku.
Randy
Nai, udah siap? Sebentar lagi aku nyampe rumah kamu.
Naia
Oke, sebentar lagi aku siap.

Setelah aku memoles sedikit lipgloss pada bibirku, aku kembali berkaca. Betapa bahagianya aku saat ini, dan aku berlari menuju pintu depan ketika mendengar suara bel dibunyikan.
                “Hai, sayang. Yuk, jalan.” Ucapku menyambut hangat lengan Randy yang terlihat tampan malam itu.
                “Ayo. Kenapa kamu senyam-senyum gitu? Kayanya lagi seneng ya?”
                “Iya, seneng bisa milikin kamu.”

-Tamat- ^^

Selasa, 22 April 2014

Hitamnya Keajaiban(30) part.2




M
aret – Sudah seminggu Adit tidak membalas BM-ku. Aku hanya mampu berpikir positif bahwa dia sedang sibuk. Tapi status-statusnya menyebutkan nama cewek, bahakan fotonya. Entahlah, aku tak mengerti  mengapa dada ini begitu sesak. Aku hanya ingin mencintai, lalu kenapa mencintai begitu menyakitkan seakan mencintai adalah dosa besar?
                Ini terlalu mendadak bagiku, kami yang tadinya sangat baik-baik saja lalu keesokan harinya dia sudah menghilang tanpa alasan apapun. Seandainya aku tidak memilih untuk mencintainya, aku tak akan sesakit ini meski dia bukan siapa-siapa aku. Seandainya dia tidak sesempurna khayalku, aku tidak akan begitu membanggakannya.
                “Kamu bilang, kamu mau menemaniku jalan karena kita sama-sama selalu berjalan sendiri. Lalu kapan itu akan terwujud bila kamu menghilang begitu saja?”
                “Kamu bilang, kamu mau mengajakku menonton anime bersama karena kita menyukai satu hobi yang sama itu. Lalu, apakah suatu saat akan terlaksana bila kamu menghilang begitu saja?”
                “Kamu bilang, sifat kita sama maka kemungkinan kita berjodoh. Lalu, apa yang kamu lakukan sekarang padaku? Bila kamu menghilang begitu saja, jodoh apa yang kamu maksud?”
                “Kamu bilang, kamu akan baik terhadap orang yang baik padamu. Lalu, aku bagaimana? Apa salahku sampai kamu pergi menghilang tanpa alasan dan membuatku menangis?”
                “Kamu bilang, kamu senang dengan sifatku yang selalu care padamu karena kamu rasa itu sulit menemukan seseorang yang peduli padamu. Lalu, bagaimana kelanjutannya? Aku sakit, sedih, menangis tapi kamu menghilang begitu saja.”
                “Kamu bilang, tidak ingin memikirkan pacaran. Lalu apa maksud statusmu, foto DP-mu, dan BM-ku yang hanya kamu read seminggu ini?”
Aku menangis mengingat itu semua, membaca semua percakapan kita sebelumnya. Semua terasa begitu tak berarti, begitu terasa seperti angin lalu.
                Apa salahku ya Tuhan? Aku sudah sejauh ini mengenalnya, lalu mengapa kau biarkan dia pergi begitu saja menyakitiku? Ingin sekali aku melepasnya seperti yang dikatakan teman-temanku. Tapi jika aku teringat akan perjuanganku mengenalnya, itu begitu sulit dan berat.
                Sejak dia melihatku, lalu aku mulai tertarik untuk mengenalnya, dan kuberanikan diri mencari tahu siapa dia, sampai akhirnya aku bisa mengobrol dengannya hanya melalui dunia maya. Untuk apa semua itu jika akhirnya dia akan menyakitiku begitu dalam? Aku sudah terlanjur berharap padanya, aku tahu itu memang salahku. Tapi aku, bahkan semua orang tak mengharapkan sakit yang sesakit ini bukan?
                Sungguh hati ini sakit sekali, aku sudah menangis sepuasnya. Tapi setiap mengingatnya air mata ini tak pernah habis. Aku lelah.
_***_

Seminggu sudah aku kembali masuk kuliah dari libur, tapi aku tau Adit baru akan masuk Senin ini. Aku ketahui dari percakapan kita sebelum dia menghilang.
                “Aku harus melakukan peran terbaikku hari ini. Aku akan berpura-pura tak mengenalnya jika aku berpapasan dengannya atau bagaimanapun itu.” Ucapku dalam hati.
Pukul 08.45 aku berjalan keluar kosanku yang berada di belakang kampus. Tak jauh, hanya sekitar 100 meter. Perlahan namun pasti. Jadwal kelasku sebenarnya pukul setengah sepuluh, tapi aku sengaja datang lebih awal supaya aku tak bertemu dengannya. Aku tahu jadwal dia pagi tadi, dia akan keluar kelas pertama pada pukul setengah sepuluh kurang biasanya.
                Aku masuk melalui pintu belakang kampus. Saat di kampus, aku masih merasa tegang, aku takut tak melakukan peran terbaikku. Aku melihat sekitar, tak kutemui mobil berwarna gold yang biasa ia bawa. Aku merasa sedikit lega. Kemudian entah mengapa kaki ini menuntunku menuju jalan gerbang kampus depan.
                Di sana pun terdapat parkiran, dan itu dia. Mataku tertuju pada sebuah mobil yang terparkir manis diantara lainnya. Mobil gold, satu-satunya warna mobil yang terparkir di tempat itu.
Degh,
Kenapa? Sakit, kenapa kakiku melangkah ke tempat ini? Seharusnya aku langsung menuju gedung kampus. Aku tak tahan, air mataku sudah menggenang seperti awan mendung yang akan menumpahkan seluruh isinya.
                Aku berlari menuju toilet parkir yang berada di dekat situ. Untung saja tak ada orang sama sekali. Aku menumpahkan seluruh tangisku.
                “Sudahlah Nay, berhenti! Aku mohon berhentilah menangis. Lihatlah dirimu di kaca, betapa bodohnya dirimu menangis untuk orang yang menyakitimu!” aku bicara pada diriku sendiri berusaha menguatkan hatiku yang rapuh ini.
_***_

Aku kembali menuju gedung yang seharusnya aku tuju. Waktu menunjukan pukul sembilan tepat.
                “Ya ampun! Binderku tertinggal di kosan!” aku terkejut, langsung saja aku berlari kembali menuju belakang kampus, dan menuju kosanku. Untung masih pukul sembilan. Jika saja binder itu tidak penting aku malas kembali. Tapi dalam binder itu terdapat tugas-tugasku hari ini. Jika aku tak mengumpulkannya, jelas aku tidak akan mendapat nilai.
                “Hey Nay! Kenapa lo ngosh-ngoshan gitu? Kaya abis maraton.” Tanya Aida. Kami berpapasan di depan gedung satu ketika aku sudah kembali, membutuhkan waktu lima belas menit.
                “Iya, gue abis maraton tadi ngambil binder gue yang ketinggalan. Sial emang.” Jawab ku sembari mengatur nafas.
Wuush...
Saat kami akan masuk gedung satu, tiba-tiba semilir angin sejuk melewatiku. Langkahku berhenti, mataku terpaku pada satu orang di depanku. Kembali, waktu seakan kembali berjalan lambat.
                “Eh, Nay!” ucapnya tersenyum padaku. Aku hanya mampu membuat garis senyum dibibirku perlahan. Aku masih shock dengan apa yang aku lihat ini. Kemudian dia pergi melewatiku begitu saja bersama seorang temannya.
                “Nay!” panggil Aida menyadarkanku.
                “Kenapa? Kenapa gue harus ketemu dia?” ucapku pelan, datar, dan masih berdiri terdiam.
                “Udahlah Nay, harusnya lo seneng dia ngenalin lo, dia nyadarin keberadaan lo, bahkan dia senyum sama lo. Berarti mungkin dia punya alasan kemarin kenapa nganggurin lo. Udah yuk kita naik, sebentar lagi dosennya masuk.” Ucap Aida. Aku hanya mampu diam.
Selama pelajaran berlangsung aku terus diam, sesekali air mataku hampir menetes, kemudian aku usap secepat mungkin. Tidak lucu kan aku menangis saat dosen sedang berkicau?

To be continued... ^^