Minggu, 30 November 2014

My Cosplayer (34)



  “Maaf, aku boleh minta fotonya gak?” tanyaku sedikit malu-malu pada beberapa Cosplayer yang berkumpul di acara Japan Festival di Jakarta.
    “Oh, boleh-boleh.” Ucap salah satu Cosplayer.

 Semua Cosplayer yang aku mintai foto adalah cosplayer laki-laki. Ada sekitar lima orang.

Diantaranya ada yang bercosplay sebagai L Lawliet (Death Note), Ken Kaneki (Tokyo Ghoul), Li dan Shino (Naruto), dan masih banyak lagi. Aku berpose di tengah-tengah mereka, terutama di samping L Lawliet. Ah, aku sungguh menyukai karakter L dalam film Death Note buatan negara Sakura itu. Aku pun sangat menyukai Manga dan Anime sejak aku duduk di bangku sekolah dasar. Sampai diumurku yang ke dua puluh ini aku masih memimpikan ingin sekali bisa menginjak tanah Jepang.

    “Makasih yaa semuanya.” Ucapku dengan senyum lebar.
    “Iyaa, sama-sama.” Ucap Cosplayer yang menjadi L tersebut.

Aku langsung berbalik dan menghampiri Chika, temanku yang membantu memfoto tadi.
    “Kyaaaaa! Aku malu banget nih, berasa ketemu apa aja padahal kan cuma orang biasa. Abisnya aku ngefans banget sama hal jejepangan. Duuh, dari dulu pengen banget ikutan cosplay tapi masih belum ngerti, eh pas ketemu mereka jadi berasa ketemu tokoh Anime asli!” ucapku panjang lebar dengan sekali tarikan nafas pada Chika.

    “Iya Yue iya aku mendengarmu kok. Ya ampun, kamu mau jelasin sepanjang apapun aku gak ngerti.” Jawab Chika.
    “Huh, yasudah. Tapi makasih ya Chika udah mau temenin aku ke sini.” Aku pun merangkul Chika dari samping.

Kemudian,
    “Yah, tadi ada yang minta foto ya? Kok aku gak dipanggil?” ucap salah seorang cosplayer pada teman-temannya.

Aku rasa dia memang tak ada sebelumnya. Mungkin sedang pergi tadi. Dia bercosplay sebagai Kakashi yang sedang berpakaian sebagai anggota Anbu dari klan Hatake di Anime Naruto. Postur tubuhnya tinggi, dan wajahnya terlihat tampan meski mulutnya ditutup dengan masker atau topeng hitam. Namun sayang, sedikit kurus dari karakter aslinya. Haha.
    “Iya, kamu kan tadi tak ada. Tuh sama cewek yang di sana.” Ucap karakter L menunjuk ke arahku.

Secepat kilat aku membuang muka.
    “Mmm, Chik. Kita liat-liat Yukata dan Kimono yang di sana itu yuk!” ajakku mendadak. Aku merasa malu dan tubuhku masih sedikit bergetar efek berfoto tadi.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang. Aku terkejut dan langsung menoleh. Laki-laki itu tinggi, berdiri disamping kananku membuatku harus lebih menenggakkan kepala.

    “.........” Cosplayer Kakashi itu terdiam. Kulihat warna matanya berbeda, sebelah matanya yang ternyata memakai softlen merah bercorak seperti tokoh aslinya, membuatku jadi ikut terdiam cukup lama.

Sejenak aku merasakan sensasi yang belum pernah kurasakan. Aku seperti memasuki dunia virtual, dimana aku dan dia berada di dalam suatu cerita yang ber-genre ¬fantasi. Rasanya aneh, ada debaran di hatiku dan suasananya terasa sangat berbeda, apa ini hanya perasaanku saja. Namun secepatnya aku tersadar.

    “Apa?” ucapku akhirnya. Aku tak sanggup jika terus saling pandang tak jelas dengannya.
    “Eh, engga apa-apa. Maaf ya.” Jawabnya yang masih terus menggenggam sebelah pundaku.
    “Oke, tolong lepasin.” Ucapku datar menunjuk pundakku dengan daguku, pundakku yang masih digenggamnya.

    “Aih, maaf ya. Gomen.” Jawabnya tertawa kecil. Memang mulutnya tak terlihat tertawa tapi matanya yang menyipit dan suara tawanya terdengar dari balik maskernya. Kawaii banget saat dia menyipitkan matanya.

    “Iya gak apa-apa. Itu,,, boleh kamu buka maskernya?” tanyaku menghadap kearahnya dengan sedikit berdebar dan penasaran.
    “Oh, boleh kok. Kamu suka Anime ya?” tanyanya mencoba melepaskan maskernya.
    “Iya, suka banget makanya aku sengaja datang ke sini kan.” Jawabku.

Aku sungguh penasaran dengan wajahnya yang setengah tertutup itu. Tapi saat dia hampir saja membuka maskernya, tiba-tiba,

    “Woy, Kakashi! Jangan godain cewek dong!” teriak salah satu cosplayer yang sedari tadi memperhatikan kami. Kami terkejut dan cosplayer Kakashi itu kembali memasang maskernya.

Akh, sial! Batinku.
    “Maaf ya, aku harus kembali ke sana. Lain kali kita ketemu lagi, aku akan tunjukkan wajahku khusus untuk kamu.” Ucapnya santai.
    “Maksudnya?” aku bingung.
    “Aku tak pernah mau membuka maskerku saat bercosplay. Bye!” jawabnya kembali menyipitkan matanya yang aku yakini dia tersenyum. Lalu pergi.

    “Cieee, Yue katanya khusus tuh untuk kamu.” Goda Chika menyenggol-nyenggol lenganku.
    “Ih apaan sih? Aku kan tadi tertarik cuma sama L.” Jawabku cuek.

Kami pun pergi menuju both khusus foto menggunakan Yukata dan Kimono. Sekedar informasi saja bagi yang belum tahu, Yukata adalah baju khas Jepang yang bahan dan ketebalannya lebih tipis dibanding Kimono. Yukata biasa dipakai saat ada perayaan kecil-kecilan, biasanya dipakai oleh para remaja perempuan. Sedangkan Kimono biasa dipakai untuk acara-acara yang lebih formal karena tingkatannya yang lebih tinggi.

    “Uwaaah. Kawaii! Aku cocok ya pakai Yukata ini?” tanyaku pada Chika yang masih membenarkan Yukatanya.

    “Iya cantik Yue, aku gimana? Yukata ku tak kebesaran kan?” ucap Chika.
    “Engga kok, pas. Kamu cantik. Kita cantik. Haha.”

    “Kamu yang lebih cantik banget pakai Yukata. Yue.” Ucap seorang laki-laki dari balik stand both tersebut. Dengan cepat aku menoleh ke sumber suara tersebut.

    “Kamu!” ucapku sedikit kesal. Kenapa dia bisa ada di sini.
    “Hai, kita ketemu lagi kan?” ucap cosplayer Kakashi itu melambaikan tangan kanannya padaku.
    “Sedang apa kamu di sini? Bagaimana kau tahu namaku?” tanyaku kesal sembari menghampirinya dengan Yukata yang sedikit merepotkan ini.

    “Aku dengar temanmu memanggil namamu barusan.” Matanya menyipit tanda dia tersenyum.
    “Kau belum tahu nama asliku kan?” tanyanya. Aku hanya terdiam melihatnya dan memalingkan pandangnku ke arah lain. Hatiku memang berdebar tapi ingin menyangkalnya. Aku tertarik padanya tapi aku tak ingin dipandang rendah olehnya.

    “Baiklah Yue, namaku Keito. Aku rasa kita seumur, aku masih 19. Mungkin kau tidak menyukaiku sejak awal, maaf karena pertemuan pertama kita yang seperti itu.” Jelasnya melangkah sedikit mendekatiku. Aku semakin berdebar jika dia terlalu dekat denganku.

    “I.... Iya aku mengerti, tidak apa-apa kok. Aku lepas dulu Yukata ini. Lagi pula umurku 20.” Ucapku segera membalikkan badan untuk melepas Yukata yang kupakai.

    “Tunggu! Tapi kau terlihat masih,,,” ucapnya menahan lenganku.
    “Terlihat masih anak kecil? Maaf kamu kecewa.” Jawabku tersenyum sinis. Sakit rasanya dikira masih anak-anak. Aku memang kecil, lalu mengapa? Huh. Aku terus saja membatin.

    “Ikutlah denganku.” Ucapnya langsung menarik lenganku.
    “Eh tunggu. Yukatanya bagaimana? Lalu Chika?” tanyaku dengan cepat sembari mengikuti langkah cepatnya yang menarik lenganku.

    “Hei, pelan sedikit. Kau tidak tahu, Yukata ini membuatku tak bisa berlari?” ucapku kesal. Tapi aku senang, dia menggenggam tanganku erat sekali.
    “Kubilang lepaskan!” teriakku menarik paksa lenganku darinya.

Akhirnya aku berhasil lepas darinya dan kami saling terdiam. Tubuhnya yang masih sedikit mengarah ke depan, kepalanya menengok padaku, dia memandangku dengan kecewa. Aku bingung, aku sedikit takut dengannya, tapi aku merasa tak enak hati atas perlakuanku tadi.

Kakiku perlahan mundur dan berbalik, aku berlari, menjauh darinya. Aku tidak tahu dia mengejarku atau tidak. Tapi untuk apa dia mengejarku. Aku berhenti di belakang toilet umum yang berada di pojok lapangan, sedikit jauh dari keramaian. Aku semakin panik, bagaimana kalau aku tersesat. Ah, bodoh sekali aku.

    “Hei, sedang apa kamu di situ? Mau ke toilet yah?” tiba-tiba sebuah suara laki-laki dari belakangnku. Aku terkejut dan menoleh. Astaga, mereka bertiga dengan pakaian yang sedikit berantakan, sepertinya anak jalanan di sekitar sini.

    “Yuk, kita antar. Itu toiletnya di depan bukan di sini.” Ucap salah satu dari mereka.
    “Tidak, makasih. Saya cuman lewat. Permisi.” Ucapku berusaha dingin. Sebenarnya aku takut. Takut sekali.

    “Tunggu dong! Gak mungkin kan kamu cuma lewat? Sendirian di sini, pasti mau ke toilet, kok gajadi?” ucapnya sekali lagi menarik lenganku.
    “Tidak, saya gak mau ke toilet. Saya bilang saya mau pergi, tolong jangan ganggu saya! Lepasin!” ucapku dengan marah, namun suaraku gemetar.
    “Takut ya? Gemeteran gitu, gak usah sok cuek deh. Ayo kita temenin gak usah takut.” Ucapnya lagi.
    “Tolong lepasin!” teriakku hampir menangis.

Aku berusaha melepaskan lenganku darinya, tapi kedua temannya mulai menghampiri. Aku takut, pa yang harus kulakukan? Tolong, siapapun tolong aku. Keito, Keito tolong aku! Aku mohon, aku harap kamu tadi mengikutiku sampai ke sini, aku mohon! Oh, ini semua salahku. Mereka semakin mendekat dan memaksaku, aku takut. Aku terus berusaha lepas. Keito, hanya dia yang terus ada dipikiranku.

Bruk..
    “Akh, siapa kau? Main pukul saja!” ucap anak jalanan itu marah. Aku terkejut melihat siapa yang sudah memukul anak-anak jalanan tadi.
    “Keito!” ucapku dengan penuh rasa lega.
    “Tetap di belakangku!” ucapnya menjagaku berusaha menghalau ketiga anak tadi. Aku hanya menurut.

    “Pergi kalian! Jangan ganggu dia! Dia ini kekasihku, dia hanya tersesat tadi. Pergilah jika kalian masih sayang nyawa kalian!” gertak Keito.

    “Cih! Kita cuman mau main-main saja kok, kebetulan lewat. Ayo pergi.” Akhirnya mereka pergi begitu saja.

    “Kamu gak apa-apa Yue? Maaf aku telat, aku mencarimu kemana-mana. Untung saja aku bisa menemukanmu, aku merasa khawatir padamu saat kau berlari tadi. Maafkan aku, sungguh, aku hanya ingin kau bahagia bersamaku. Kamu jangan takut padaku. Kau gemetar, apa yang sakit?” Ucapnya panjang lebar, dia terus meremas pundakku karena khawatir. Dia menyentuh wajahku berharap tak ada goresan sedikitpun, tanganku, kakiku, semua dia pertanyakan.

    “Sudah cukup. Aku tidak apa-apa Keito, terimakasih kamu sudah menolongku. Aku takut sekali tadi, entah kenapa aku hanya memikirkanmu, aku berharap kau datang dan memaafkanku atas tindakanku yang tadi.” Jawabku.

    “Terimakasih kamu udah menuntunku kemari untuk menolongmu Yue. Aku tidak marah padamu, memang aku yang salah, dan aku......” ucapannya berhenti saat kuputuskan untuk memeluk Keito saat itu juga.

    “Aku takut sekali Keito. Aku takut.” Aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukanku. Tubuhnya hangat, membuatku semakin ingin meluapkan rasa takutku tadi.

    “Iya Yue, maaf aku terlambat, maaf. Kau baik-baik saja sekarang, tak usah takut lagi karena aku akan terus menjagamu.” Keito membalas pelukanku dengan lembut, dia mengusap rambutku, berusaha menenangkanku.

Lalu, Keito menawarkan tangan kanannya padaku.
    “Ikutlah denganku, jika kau raih tangan ini, maka kau telah memutuskan untuk masuk dalam hidupku.” Ucapnya tersenyum, terlihat dari matanya.

Aku berfikir sejenak, apa maksudnya? Tapi, aku memang tertarik dengan kehidupannya, aku ingin tahu lebih banyak. Aku pun meraih tangannya perlahan. Dia pun menggenggam erat tanganku dan mengajakku ke sebuah tempat yang lumayan jauh dari ramainya Festival Jepang tersebut.

Akhirnya kami sampai di sebuah taman kecil, saat itu sudah sore hari. Indah sekali pemandangan di sana ketika sore hari. Ternyata Jakarta masih memiliki sedikit taman indah, meskipun kecil. Disana juga terdapat danau kecil, ada beberapa bangku taman dan lampu-lampu taman yang mulai menyala. Angin sejuk pun berhembus diantara kami.

    Keito menghadap ke arahku, dia lebih tinggi daripada aku membuatku harus sedikit mengarahkan kepalaku ke atas untuk melihatnya. Aku terpesona olehnya, mungkin karena pancaran sinar matahari sore. Lalu dia mengelus rambut pendekku yang hitam kecoklatan.

    “Akan kutunjukkan wajah asliku saat aku bercosplay seperti ini. Apa kau akan tetap membiarkan aku masuk dalam hidupmu, jika kau sudah tak penasaran lagi dengan apa yang ada dibalik masker ini? Jujur saja, aku tak pernah mau siapapun melihatku saat bercosplay, itu sudah komitmenku.” ucapnya datar. Ini pertama kalinya aku melihat dia bicara serius seperti ini.
    “I,,,, iya, aku tidak akan menyuruhmu pergi dalam hidupku. Bukan berarti kamu boleh masuk dalam hidupku ya!” Jawabku yakin. Hatiku berdebar semakin dahsyat ketika dia berusaha melepas maskernya.

    Akhirnya maskernya terbuka, aku bisa melihat sekilas betapa wajahnya begitu manis. Ada sesuatu yang membuatku tertarik. Belum lama aku memperhatikannya, tiba-tiba saja sebuah kecupan hangat sudah mendarat di keningku. Dia mencium keningku, dengan cepat dia kembali memasang maskernya lagi.

    “A,,,,apa itu? Hei, kenapa kau pasang lagi maskermu itu? Aku hanya sekilas melihatnya, kau sengaja mencium keningku supaya aku,,,” belum selesai kuberucap dengan kesalnya, dia langsung memotongnya.
    “Supaya kamu tidak terlalu terpesona dengan fisikku. Aku cinta sama kamu Yue.” Ucapnya tersenyum.
    “Hei! Kau pikir aku tertarik padamu hanya karena ingin melihat wajahmu? Hatiku selalu berdebar saat pertama kali kamu memandangku! Dan....” ya ampun, saking geregetnya aku keceplosan. Apa yang harus kulakukan.
    “Eeee, itu,,, maksudku...” sulit sekali menjelaskannya. Aku hanya mampu tertunduk malu, mungkin wajahku sudah merah seperti kepiting rebus.

Tapi Keito langsung memelukku.
    “Tidak apa-apa Yue. Aku sayang banget sama kamu. Makasih ya sudah mengizinkanku masuk dalam hidupmu. aku akan terus menjagamu, takkan kubiarkan siapapun menyentuhmu.” Ucapnya.
    “Lepaskan! Aku tidak bilang aku juga mencintaimu kan?” bantahku berusaha lepas dari pelukannya, namun percuma.
    “Tidak akan kulepas Yue, sebelum kau mengatakan apa yang sebenarnya kau rasa. Kau tidak bisa selamanya berbohong kan?”
    “Mmmm,,,” aku berpikir sejenak. Aku malu mengakui bahwa aku nyaman dalam pelukannya, tapi,,,

   “Baiklah. Kali ini kau menang, aku menyukaimu, sangat menyukaimu Keito!” ucapku yakin dengan hati yang terus berdebar. Pelukan Keito malah semakin erat, aku yakin dia tersenyum dibalik maskernya. Aku pun membalas pelukkan Keito dihangatnya matahari senja yang damai ini.

_End_

By: Tantan :)