Jumat, 30 Oktober 2015

The Only One Kaka - (Part 1)

Tik... tok... tik... tok...
Hmm, tali jamku sudah semakin rusak, harus kuperbaiki setealah pulang sekolah.
            Setiap pagi, aku berangkat ke sekolah lebih pagi. Aku selalu berjalan menyusuri kota yang masih sepi saat pagi hari seperti ini. Sungai dan hembusan angin nan damai di pagi hari yang sepi. Itu semua aku nikmati, selain itu aku pun bertugas mengurusi kebun di sekolahku, makanya aku datang sangat pagi. Tapi tak ada siapapun yang mau membantuku mengurusi kebun, hanya detak jam tanganku yang selalu menemaniku seolah berbicara.

            Tsuki, itulah namaku yang berarti bulan. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa aku menyukai keheningan dan,,,, kesendirian. Entahlah.
            “Hai, Mawar. Kalian sudah mekar semua rupanya. Selamat ya, kalian jadi punya banyak teman di kebun ini.” Ucapku sembari menyirami mawar-mawar indah itu yang ukurannya tidak lebih dari satu meter. Bermacam-macam bunga hanya memiliki sedikitnya satu meter setiap jenis. Dulu kebun ini tidak terurus, namun sekarang nampak seperti taman bunga di dongeng-dongen.
            “Hmm, aku iri pada kalian. Mereka,, aku tidak pernah mengerti apa yang mereka cari dari sebuah pertemanan. Tidak ada yang asli. Apa salahnya jika aku tidak mau berbaur? Aku benci kepalsuan, tidak ada yang benar-benar bisa menghargai dan tulus diantara mereka. Itu hanya menghabiskan waktu saja kan?” Keluhku pada mawar-mawar itu.
            “Baiklah, semua tanaman sudah aku siram dan diberi pupuk. Pas sekali sudah jam delapan. Masih ada satu jam untuk menikmati kelas yang sepi.”

Aku pun melangkah masuk menuju kelasku yang terdapat di lantai dua. Sekolah ku hanya berlantaib tiga sebenarnya. Lantai satu untuk kelas satu, lantai dua untuk kelas dua, dan lantai tiga tentub saja untuk para senior kelas tiga. Tapi tak perduli kita berada di tingkat berapa, semua murid membaur kemana-mana seolah ini rumah mereka sendiri. Aku malas dengan keramaian. Aku benci kepalsuan mereka.
            “Aaaah,, nikmatnya kelas sepi dipagi hari ini. Lebih baik aku tidur sebentar.” Tak lama aku terlelap dalam tidurku.
Hmm, seperti ada yang membelai rambutku. Lembut tapi sedikit dingin seperti es. Hmm, meskipun dingin tetap terasa hangat, bagaimana ya, aku tidak bisa menjelaskannya. Tunggu, ini mimpi, ya mimpi, sangat nikmat, tapi kenapa aku sadar.

Perlahan kubuka kedua mataku, aku langsung bangkit dari kursiku dan mencari-cari.
            “Tidak ada siapapun. Hmm, jadi itu benar Cuma mimpi. Haha, apa karena aku selalu datang lebih pagi? Kenapa suasananya jadi menyeramkan gini?” ucapku meringis memandangi sekitar kelas.
Tak lama kemudian murid-murid lain sudah pada datang dan memasuki ruang kelas.
            “Hai, Tsuki! Seperti biasa ya kau selalu datang lebih awal. Kau memang rajin, tapi kenapa kau tidak pernah bergabung bersama kami?” ucap salah seorang siswi yang baru masuk bersama teman-temannya..
            “Mm, yaa aku,, tidak apa-apa.” Aku menjawab dengan ragu dan senyum yang dipaksakan.
            “Hmm, kapan-kapan kita harus makan siang bersama saat istirahat.” Ucapnya lagi.
           “Ha? Kenapa? Maksudku, aku sudah terbiasa makan sendiri.” Jawabku lagi-lagi acuh tak acuh.
            “Kau ini, setidaknya kau harus memiliki teman untuk acara rekreasi sekolah minggu depan. Apa kau ingat? Tentu saja kita akan memiliki banyak acara saat itu.” Jelasnya mulai melangkah mendekatiku yang duduk di kursi belakang. Entah kenapa, meski nadanya sangat lembut tapi terbesit kesombongan.
                “Ah, aku lupa.” Jawabku singkat. Aku malas membuat pertemanan, aku tidak suka terikat.
            “Ngomong-ngomong, apa kau ingat nama kami?” tanyanya mendekatkan wajahnya pada wajahku. Jemarinya yang cantik itu memainkan beberapa helai rambutku yang pendek dan bergelombang.
            “Em.......” aku diam menatapnya. Wajahnya cantik, rambutnya yang lurus dan rapih sangat wangi, bibirnya pun sangat manis karena dipoles lipgloss. Jauh sekali denganku yang tidak suka memperhatikan dandanan. Kenapa sih dia, terlalu dekat. Tidak biasanya mereka mendekatiku sejauh ini. Aku pun langsung memalingkan wajahku.
            “Hmm, sudah kuduga. Yuuki! Itu namaku, ingatlah nama itu.” Ucapnya tegas dan bangkit menjauhiku. Akhirnya dia dan teman-temannya kembali menuju tempat duduk mereka.
            “Cih, lalu untuk apa aku mengingatnya?! Dasar wanita.” Ucapku dalam hati.
_***_

Kelas akan dimulai, memang sih kuakui ini terlalu membosankan karena kesendirian. Tapi bagaimana lagi, tak ada yang membuatku nyaman.
Oh, guru sudah memasuki kelas.
            “Baiklah anak-anak, sebelum kelas dimulai, kita kedatangan teman baru. Kaka, silahkan masuk.” Ucap bu guru dengan ramah.
Tap tap,, langkah kakinya mulai terdengar. Semua murid menunggu dengan penasaran.
            “Yo, namaku Kaka.” Ucapnya dengan tampang datar, mata tajam, tinggi, rambutnya di cat setengah biru tua hampir tak terlihat jika tak ada cahaya.
........
            “Oh begitu sajakah?” tanya bu guru.
            “Ya.” Jawabnya singkat.
            “Oh, baiklah silahkan duduk di kursi yang kosong.”

Terlihat sekali para siswi mulai terpesona, dan kelas mulai ribut. Ah aku malas jika sudah begini, kepalsuan apalagi yang mereka buat. Tapi, pria itu duduk tepat di sampingku dan langsung melirikku.
Hah! Aku kaget sekali. Aku langsung mengalihkan pandanganku membuka buku pelajaranku. Kenapa aku jadi tak nyaman begini.

Krieet,, krieeet,,
Suara apa itu? Aku langsung melirik ke arahnya, dan tiba-tiba mejanya sudah menempel dengan mejaku dan tangannya menggenggam tanganku.
            “Hiaaaah!! Apa yang kau lakukan?” teriakku membuat semua melihat ke arahku.
            “Tsuki, ada apa?” tanya bu guru.
            “T,, Tidak bu. Ini Kaka tiba-tiba mendekatiku.” Aku malu dan panik.
            “Waaaaaaah..” semua siswi memandang kami dengan kagum. Apa-apaan mereka?
            “Haha, apa boleh buat Tsuki, tidak apa-apa mungkin dia ingin meminjam bukumu, dia kan belum mendapatkannya. Tolong jagalah dia ya.” Ucap bu guru tersenyum menggoda.
Hah?!
Aku kembali duduk dan dia masih memandangku.
            “Kenapa kau tersenyum?” tanyaku heran.
            “Tidak apa-apa. Jadi namamu Tsuki ya. Aku suka.” Jawabnya tersenyum tapi sungguh tidak manis, itu lebih terlihat menyeramkan.
            “Suka??” selama ini belum pernah ada yang bilang suka padaku. Jantungku berdebar, meskipun aku tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta, ah aku tidak tahu apa ini. Ini terlalu mendadak, kelas pun masih berlangsung. Lalu apa yang harus aku katakan? Aku tidka mengerti, kebanyakan yang aku lihat dari siswi lain ketika mereka dalam posisi seperti ini pasti mereka langsung menjawabnya dengan wajah manis. Aku tidak bisa.
            “Eh itu...” aku berkata pelan dan menunduk, tapi dia langsung memotong ucapanku.
            “Ya, aku suka namamu. Bisakah kita belajar sekarang? Aku butuh bukumu.” Jawabnya kembali dengan wajah yang datar.

Heee?? Jadi aku salah paham. Bodohnya aku. Euuuh. Tsuki, kau sangat memalukan. Kenapa aku jadi begini sih!
            “Eh tunggu dulu!” ucapku sedikit memekik.
            “Husssstt, bisakah kau diam?” ucapnya jutek padaku.

Bukankah tadi dia tersenyum padaku? kenapa sekarang dia jadi jutek? Oh kepalsuan yang sama ternyata. Mm, tadi tangannya sedingin es tapi ada kehangatan di situ. Rasanya aku pernah merasakan sentuhan itu sebelumnya. Entahlah, aku tidak mau memikirkan yang tidak penting. Mungkin aku akan kecewa jika aku berusaha membiarkan mereka masuk dalam hidupku.
_***_


Seminggu kemudian, hari rekreasi-pun tiba. Kami semua berkumpul di sekolah, kami akan berlibur di pulau Umang milik kenalannya bu guru selama tiga hari.
            “Bisakah kau tidak menggangguku terus? Apa kau tidak lelah seminggu ini sudah ku abaikan?” ucapku pada Kaka yang sedang menunggu sembari bersandar di tembok.
Tapi dia diam tak menjawab.
            “Kaka, kenapa kamu selalu bersamanya sih? Dengan kami kan lebih asik, banyak teman juga. Nanti kau gabung saja dengan kami.” Ucap Yuui.

Aku hanya diam dan tak perduli, aku berdiri tak jauh dari mereka, aku tetap mendengar percakapan mereka. Bagaimana ini? Ah iya pakai headset saja. Aku mulai mencari headset ku di dalam tas.
            “Kalian kan perempuan, ajak saja dia.” Dia menjawabnya dengan datar dan melirik ke arahku. Untuk apa? Aku tak butuh mereka.
            “Aduh, dimana sih headset ku? Apa tertinggal ya?” ucapku dalam hati.
            “Hmm, Kaka dengar ya. Tsuki itu sudah biasa menyendiri, dia itu sudah mandiri, aku bukannya tidak mau berteman tapi aku tidak mau mengganggu kehidupannya.” Ucap Yuui sedikit ragu.
            “Kalau begitu jangan ganggu hidupku juga.” ucapnya dingin, dan tiba-tiba dia merangkulku.
            “Eh, apa? Kenapa?” tanyaku terkejut.
            “Ayo kita buat hidup kita sendiri. Hanya kau dan aku, tanpa mereka.” Ucapannya tajam sekali dan menyindir mereka. Lalu kami pergi meninggalkan mereka yang terdiam memandang kami tak percaya.

Ketika sudah jauh, pas sekali bus yang akan membawa kami sudah tiba semua.
            “Heh, lepaskan! Siapa juga yang mau hidup hanya berdua denganmu!” ucapku mendorong Kaka dan menuju bus yang telah ditentukan. Aku meninggalkannya begitu saja.
            “Tempat dudukku nomor 10, hmm. Kenapa harus di tengah-tengah? Aku lebih suka duduk paling depan atau belakang sekalian. Oh ini dia.” Aku pun duduk di bangku pojok sesuai nomorku.
            “Oh, Tsuki. Hmm, Aku sudah lama memperhatikanmu, ternyata kita satu tempat duduk. Beruntungnya aku.” Salah seorang siswa yang kelihatannya kutu buku dengan kacamatanya terlihat kikuk saat mengajakku berbicara. Apaan dia, aku hanya diam tak merespon dan memandang keluar jendela.
            “Ano, ituu.. Kau terlihat cantik meskipun dengan seragam sekolah, aku tak bisa membayangkan bagaimana penampilanmu nanti ketika memakai baju bebas...” ucapnya lagi.
Aku tahu kemana arah pembicaraannya, aku mulai terganggu.
            “Oya, aku,, namaku Jiro. Mungkin kau tidak ingat karena kau orang yang cuek, tapi aku suka itu. Kau semakin terlihat cantik  dengan ketidakpedulianmu. Kau tahu? Aku juga orang yang pendiam spertimu, aku pun selalu diejek oleh anak-anak, apa kau tahu itu? Kita sekelas. Kita sama kan, bukankah kita pasti akan cocok? Dan ternyata tubuhmu bagus jika aku melihatmu dari dekat begini..”

Aku langsung menoleh padanya.
            “Apa maksudmu?! Jangan samakan aku denganmu! Aku memiliki pikiran tertentu dengan menyendiri, tidak sepertimu yang lemah!” balasku dengan kasar. Aku tidak suka dia, kalau pun aku berteriak pasti tak akan ada yang perduli padaku.
            “Minggir! Aku mau pindah tempat duduk.” Ucapku mulai berdiri. Tapi dia tidak bergerak, seolah dia menghalangi jalanku.
            “Kyaa!” dia menarik lenganku membuatku terduduk kembali dan memojokkanku ke dinding bus.
            “Apa yang kau lakukan?!” aku mulai panik, aku bisa saja menendangnya, tapi dalam posisi seperti ini dan ruang yang sempit, aku tak bisa bergerak sama sekali.
            “Tetaplah di sini, aku mohon. Aku mengagumimu sejak lama, tak bisakah kita berteman? Jika sudah berteman mungkin kau akan menyukaiku. Aku akan lakukan apapun, sungguh.” Ucapnya panjang lebar. Tangannya mengenggamku sangat kencang membuatku sedikit meringis.
            “Akh!” tiba-tiba ada yang menarik kerah bajunya hingga dia tercekik dan dia terbanting ke bawah.

Bruk!!
            “Jangan pernah menyentuh Tsuki dengan nafsu anehmu itu! Pergilah kau lemah!” bentak Kaka seperti ingin membunuh seseorang. Siswa tadipun langsung turun dari busnya dan meminta pindah bus pada bu guru.

Aku memandangnya dan yang lain ikut memandnag dengan penuh ngeri lalu langsung berhamburan seolah tak melihat apapun. Aku terdiam masih dengan posisi terjebak, aku hanya terkejut dan tak bisa melakukan apapun.

Kaka mulai mendekatiku, dia duduk di sampingku. Aku perlahan mundur meskipun aku tahu sudah tak bisa mundur.
            “Kamu,, umm...”  nafasku memburu tak karuan. Dia menciumku di hadapan murid-murid lain. Dan aku hanya mendengar mereka ber-‘wah’ saja.
            “Aku tidak mau bibirmu direbut oleh orang lain selain aku. Tadi itu hampir saja. Bisakah kau menjaga dirimu?” Katanya setelah melepaskan ciuman mautnya.
Maut? Entahlah, ini pertama kalinya untukku. Ciuman pertamaku, pertama kalinya aku merasakannya jadi aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya.
            “Iih! Kau sudah mengambil ciuman pertamaku! Apa yang kau lakukan! Dasar bodoh! Pergi sana!” teriakku tidak terima.
            “Oh, baguslah.” Jawabnya datar bahkan dia tidak melihatku.
            “Apanya yang bagus? Cepat pergi, aku lebih baik duduk sendiri daripada bersamamu.” Ucapku mulai berdiri tapi dia tidak mau menyingkir.
            “Dengan begitu kan kau jadi tidak akan bisa melupakanku..” dia melirikku dan bibirnya tersenyum tipis. “...dan aku tidak akan pergi dari sisimu.”
            “Rrrrgh! Apa sih yang kau pikirkan! Kenapa harus aku? Kan banyak wanita lain yang lebih baik daripada aku? Aku malas berhubungan dengan siapapun, semuanya palsu.” Bentakku kembali duduk.
            “Kau saja tahu kalau mereka semua itu palsu, maka hanya kaulah yang lebih baik menurutku. Sudahlah, diam dan nikmati perjalanan ini.” Ucapnya.

            “Kau benar, tapi tiga hari bersama mu? Tidaaaaaaaaak!!!!!” teriakku, dan bus pun mulai melaju.


_To Be Continued_

By: Tantan :)