“Kita putus!”
Aku terbangun
dari tidurku. Mimpi itu lagi. Ayolah, itu sudah berlalu seminggu yang lalu. Apa
aku menyesal memutuskan Gigi? Aku jadi teringat saat aku memutuskannya minggu
lalu, Gigi panggilan sayangku untuk Gery, mantanku. Entahlah, aku lelah
dengannya. Tak sekalipun ia mengajakku jalan. Sungguh hal sepele, pertengkaran
yang terus berulang di antara kita. Padahal baru tiga bulan hubungan kita
berjalan. Ya sudahlah, aku harus cepat mandi dan berangkat sekolah.
Sebentar lagi
kenaikan kelas dua, yup aku masih duduk di bangku kelas satu SMA swasta di kota
ku. Pagi ini indah.
“Elin! Tuh
Gery.” Ucap Cici, teman sekelas Gery.
“Oh, iyah.”
Jawabku tersenyum, dan melirik Gery yang tersenyum padaku. Tentu saja aku balas
senyumannya.
Aku tidak
mengerti dengan hubungan ini, kita sudah putus lalu mengapa kita saling
tersenyum seolah masih ada cinta? Yea, sejujurnya memang masih ada cinta di
antara kita.
“Ih, Lin. Lucu
gue mah sama elu. Pada muna tau ga? Masih sayang juga, tapi malah putus.” Ucap
Icha menyindir.
“Ya, mungkin
gue cuman bosen Cha. Gue juga gak tahu alesan sebenarnya apa,” balasku.
Lebih baik aku
mencari pengganti Gigi untuk melupakannya. Aku tidak tahu, tapi akan lebih
nyaman kita berteman saja mungkin.
Saat belajar aku harus belajar,
ini adalah penentuan supaya di kelas dua nanti aku bisa sekelas lagi dengan
teman-temanku.
Kriiiiing.....
Bel pulang berbunyi.
“Duuh,
panas banget sih!” ujarku menyipitkan mata.
“Iya
nih, huh!” jawab Vey, temanku yang satu arah pulang denganku.
“Chaelin!”
seseorang memanggil namaku.
Aku menoleh ke sumber suara. Oh,
itu kan kakak osis. Apa dia yang memanggilku? Lalu, kulihat temannya tersenyum
padaku, melambaikan tangan. Hah?!
“Ih,
siapa dia Vey? Gue kira kakak osis itu yang manggil gue, kok temennya yang
cengengesan?” tanyaku berbisik pada Vey dan jalan mengacuhkan cowok itu.
“Jiah,
kagak tahu. Elu kan tomboy, jangan heran deh kalo lo terkenal di mana-mana.
Khususnya di sekolah ini. Kakak osis itu kan anak STM di sekolah kita, ya wajar
aja satu STM semua tahu elu.” Jawab Vey nyerocos.
“Apa
deh lu? Iya, gue tahu tuh kakak osis yang pernah negor gue waktu MOS. Dia itu
sok cool! Sok galak, sok cuek! Ih, ga berani gue mah. Haha!” ucapku.
“Tapi
kan sipit Lin, lo suka yang sipit kan? Lumayan kali osis, kakak kelas pula,”
ucap Vey merayu.
“Udah
deh! Kalo jodoh mah gak kemana.” Jawabku terkekeh.
“Jiah!
Seorang Chaelin mulai beraksi.” Jawab Vey menggoda.
_***_
“Chaelin
kan?” tanya kakak osis itu.
“Emm,
iya. Kenapa?” tanyaku dagdigdug.
OMG! Dia emang cakep, manis pula
kalo dilihat sedekat ini. tapi, ada apa? Kenapa dia tiba-tiba berbicara padaku
di depan gerbang sekolah begini. Panas nih.
“Gue
Sendy.” Dia tersenyum menawarkan tangannya.
Aku terdiam, hello! Dia senyum,
dia gak terlihat galak, sombong, atau jutek seperti yang ku pikirkan.
“Hey,
kok diem? Kamu ga suka ya? Kamu kelas satu kan?” ehm, dia lembut dan baik.
“Oh,
i... iya.” Akhirnya ku jawab dengan senyum ragu.
“Minta
nomornya dong,”
“Apa?!”
“Iya,
minta nomor. Sinih hp-nya!”
Langsung saja dia mengambil hp-ku
dari genggamanku. Apa-apaan dia, to the point banget. Ku lihat dia mengetik
beberapa angka dan menekan tanda panggil.
“Udah
nyambung ke nomorku. Nih, hp-nya. Simpen ya nomorku yang tadi,” ucapnya
tersenyum dan mengembalikan hp-ku kembali di genggamanku. Aku masih terdiam.
“Gak
usah salting gitu deh ngeliat aku, aku ini kakak kelas kamu loh.” Ucapnya
mengagetkanku.
“Hah?!
Siapa juga yang salting. Udah ah, aku pulang.” Tanpa basa-basi aku melangkah
dengan cepat untuk pulang.
Tunggu,
sabar Lin. Aku Chaelin, seorang yang tomboy, ga perduli dengan pakaianku yang
seperti cowok sekalipun pakai rok sekolah, dan bahkan rambutku pendek seperti
cowok. Hmm, kalau dideskripsikan sih seperti Mitha The Virgin, haha. Aku
bingung, kenapa ada banyak yang memperhatikanku, maksudku beberapa cowok anak
STM di sekolahku. Tidak hanya Sendy, tapi banyak seangkatanku, bahkan mereka
senang berteman denganku. Tentu saja aku senang, aku jadi lebih sering ngumpul
dengan geng cowok, anak-anak STM itu.
Well,
itu tidak berarti apapun. Tapi Sendy, ada yang aneh darinya. Benar saja, saat
malam ada seseorang yang menghubungiku. Memang awalnya itu Sendy, tapi kemudian
nomor lain. Dia bernama Fandy. Sepertinya Sendy sedang mencomblangiku dengan
temannya itu, dan ternyata Fandy adalah cowok yang dulu melambai dan tersenyum
padaku.
Alhasil lima hari kemudian aku
jadian dengan Fandy.
“Ya
ampun, ternyata ada juga cowok cakep yang menyukaiku? Aku yang seperti ini? Apa
dia ga liat ya?” curhatku pada Icha dan Vey.
“Jadi
gitu, wah Elin.Elin gak dapet yang osis tapi dapet yang keren. Mantep!” ucap
Vey tertawa.
“Eh,
elu parah ih! Gue kan senengnya sama Sendy, tapi kenapa dia gak ngerti sih?
Semenjak kemarin gue jadian sama Fandy, dia gak pernah sms gue lagi.” Jawabku.
“Lah
terus kenapa lo terima Fandy?” tanya Icha.
“Mmm,
abis dia keren sih, cakep, cool, baik lagi. Hehe..” jawabku tertawa kecil.
“Ah
elu, dodol. Berarti kan lu gak cinta sama dia,” ucap Icha lagi.
“Yah
biarinlah, gue serada ragu sih, masa iya cowok sekeren Fandy mau sama gue yang
kaya cowok gini? Gue Cuma pengen tau aja, maksud sebenarnya dia apa, siapa tau
gue jadi bisa lebih deket juga sama Sendy.” Jawabku enteng. Mereka hanya
ber-oke saja.
_***_
“Elin!
Sinih!” teriak Fandy dari dalam warung depan sekolah.
“Apa?”
tanyaku singkat.
“udah
pulang? Nongkrong dulu di sini sebentar.” Ajaknya.
“Emang
kamu udah pulang sekolah?” kita memang berbeda sekolah.
“Nanti
siang aku mah masuknya.”
Kita duduk, dan hanya sekedar
minum teh dingin sembari mengobrol. Tak ada dagdigdug yang kurasakan seperti
saat berhadapan dengan Sendy. Aku terdiam sejenak, ini adalah warung
keluarganya Sendy, apa mungkin dia ada di dalam? Bagaimana kalau dia melihatku
dengan Fandy? Atau dia tidak ingin keluar karena tak sanggup melihatku bersama
Fandy?
Ah,
pikiranku semakin kemana-mana. Seketika itu pula, aku sadar wajah Fandy sudah
terlalu dekat denganku. Hanya beberapa centi lagi, kulihat bibirnya yang merah berusaha
menciumku. Tubuhku kaku, aku terlalau kaget dengan situasi ini. Aku hanya
mamapu menelan ludah.
“Hayo!
Pacaran mulu! Fandy belum berangkat tah?” ucap seorang ibu-ibu yang masih muda.
Dengan cepat kami saling buang
muka. Ya ampun, hampir saja. Apa-apaan tadi, terimakasih Tuhan!
“Oh,
engga. Nanti siang tan.” Jawab Fandy tersenyum. Ternyata tantenya Sendy yang
menyelamatkan aku.
Aku tersenyum bahagia, lega
rasanya. Setomby-tomboynya aku, aku terlalu takut untuk menerima hal seperti
tadi.
“Aku,
pulang ya,” aku langsung berdiri dan berjalan ke depan. Tapi Fandy menahan
lenganku.
“Tunggu
Lin,” dia mendorongku ke tembok.
Aduuuh, jangan lagi, gimna ini?
Matanya yang melihat langsung ke mataku, membuatku tak bisa berkutik, matanya
bulat dan indah, kusadari dia memang keren, aku memang selalu kagum dengan
cowok yang keren dan lebih tinggi dariku.
Wajahnya
semakin dekat, tapi badanku berusaha melawan. Oh tidak, dia menjepitku,
badannya menahan badanku agar tak kabur. Oh Tuhan, bagaimana ini? Dia menahan
leherku agar tetap menatapnya. Wajahnya mendekat, hembusan nafasnya sudah
berasa di bibirku. Aku pasrah, kututup mataku.
“Udahlah,
aku gak akan ngelakuin itu. Kamu pulang ya, hati-hati,” ucapnya setelah mencium
keningku.
Perlahan kubuka mataku, sungguh
aku tak percaya, dia masih punya hati nurani. Aku pun mengangguk tersenyum dan
berlalu pulang.
_***_
Sendy, kamu di mna? Ksel nih sm tmen kmu
itu.
Blangin, gak ush kecakpan deh! Awlny jg ak
gak
Srius sm dy. :<
Message sent..
Sendy
D musolah, lg tdur. Emng knp? Dy ngpain
km?
Chaelin
Dy pura” slh krim sms, pdhl ak tau ko dy
mu ptus.
Ya udh ak ptusin, puas deh dy. Jngn prnh
lg
Km cmblngin ak sm tmn kmu, ak gak ska
sbnrny.
Sendy
Ya udh, nt ak mrhin dy. Nah, minggu nih
qta nnton ya?
Di 21, berdua aja.
Chaelin
Hah?! Srius? Emng km mau? Nton ap?
Sendy
Trsrah km nton ap, ak mau bngt ko nmnin
orng ky kmu
Yg lg kesel, bte, kmu btuh hburn kan? Ak
tmnin. :)
Chaelin
Oke, tp km hrus jmput ak d rmah.
Sendy
Ak gtau rmh km, nt aj pulngny ak antr k
rmh
Sms antara aku dan Sendy berakhir, dia tahu saja bagaimana menenangkan
hatiku. Perasaanku jadi lebih enakan sekarang. Aku jadi senyum-senyum sendiri
di kelas. Ga lama, selang 10 menit aku sms-an dengannya, sms masuk lagi.
Sendy
Ak lg main ftsal nih, kls km d dpn lpgn
kn?
Liat ak kan?
Ih, ngapain dia laporan? Aduh, kok aku deg-degan gini? Aku pun
diam-diam pindah tempat duduk ke pojokan dekat jendela, aku ngintip sedikit
mencari keberadaan Sendy.
Chaelin
Lmbayin tngn km dong? Dr sni ga jls
Km yg mna.
Message sent..
Langsung saja kulihat seorang cowok di lapangan melambai ke arah
kelasku, dan aku yakin dia tersenyum meski tidak begitu jelas dari sini, karena
jaraknya lumayan 100m ke lapangan. Aku pun tersenyum-senyum sendiri melihatnya,
dia pun kembali bermain futsal. Ih, aku jadi heran kok dia sebegitunya
melakukan ini begitu tahu aku putus dengan Fandy sialan itu.
_***_
To Be Continued.... ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Brikan Komentarmu. Supaya Karyaku Semakin Baik Untukmu :)