Dosa apa yang telah kulakukan,
hingga kini aku engkau acuhkan.
Dosa apa yang telah aku lakukan,
hingga kini aku engkau abaikan.
Naff “Dosa Apa”
Kubasuh
wajahku yang lebam karena airmata, dan kupandangi cermin di hadapanku. Apa yang
kau cari Nay? Air matamu? Aku tak bisa membedakannya dengan air yang membasahi
wajahku ini. Hanya saja aku masih bisa melihat kedua mataku yang menyiratkan
kepedihan. Cukup lama aku terpaku manatapi wajahku yang lusuh itu. Akhirnya aku
basuh kembali wajahku dan ku keringkan dengan handuk yang tergantung di balik
pintu kamar mandiku.
Aku
langsung menuju tempat tidur untuk menggambil hp-ku yang tergeletak tak
berkutik. Sepi, tak ada satupun sms masuk. Hp-ku sejenis touchscreen, lalu aku men-scroll
layar hp-ku itu ke bawah. Aku berhenti sejenak dengan apa yang kulihat. Terpampang
foto Adit di kotak galeri hp-ku. Memang tampilan home di hp-ku itu terdapat
banyak aplikasi, dan kotak galery itu selalu berganti-ganti tampilan foto apa
saja yang ada di dalamnya. Aku coba mengkliknya meski berat.
Foto
itu menunjukan Adit yang sedang duduk di depan kelasnya membaca komik, dia
tidak tahu bahwa diam-diam aku mengambil fotonya dari jauh. Itu adalah saat
dimana aku sama sekali belum mengenalnya. Aku hanya tahu bahwa kelas kami
selalu bersebelahan setiap hari senin dan rabu. Ya, kami di kampus yang sama
hanya berbeda jurusan. Juga tingkatan, dia adalah adik tingkatku.
Kenapa?
Air mata ini menetes lagi. Kutekan tombol delete
pada foto itu, lalu kututup galeriku dan kuletakan kembali hp-ku di atas meja
laptopku. Ya, itu kejadian beberapa bulan yang lalu.
_***_
N
|
Ovember - Dandan yang cantik dulu
sebelum berangkat ngampus. Seperti biasa aku selalu berdandan yang cantik,
pakaian yang manis layaknya cewek (terus selama ini aku apa?) yah cewek, cuma
sedikit gak feminim. Biasa ajalah intinya daripada ribet. Lagipula pagi ini
kelas ku di lantai bawah, jadi tidak akan berkeringat banyak yang dapat
melunturkan make-upku.
Akhirnya
aku sudah berada di kampus ku yang tidak tercinta ini(kidding-takut didepak
dari kampus). Begitu aku masuk gedung, kulihat beberapa teman kelasku yang baru
datang masih duduk-duduk di depan kelas. Yup, seperti biasa kelas debelumnya
terlambat keluar jadi kami harus menunggu.
“Naya!
Sini-sini!” teriak Aida dari urutuan terujung teman-teman yang duduk berjejer
itu.
“Apaan?
Kangen ya? Udah lama nunggu gue? Hehe.” Ucapku iseng.
“Yee,
males deh gue.” Balasnya ngelewein aku.
“Terus?”
tanyaku lagi.
“Anter
ke toilet yuk!”
“Hiih,
kebiasaan banget sih langganan lo gada yang lain selain toilet?”
“Ya
elah Nay, ayuk! Kebelet nih.”
“Lah
terus kenapa gak daritadi? Kenapa harus nunggu gue dulu? Ciee, bilang aja lo
beneran kangen. Pake ngeles temenin ke toilet. Haha.”
“Ih
Naya! Hello, kepedean banget sih! Tadi masih sepi dan gue belum terlalu
kebelet.”
“Iya
deh hayuk!”
Kami harus melewati lorong
kelas-kelas sebelum keluar menuju toilet di belakang kampus. Terlihat banyak
mahasiswa yang duduk di depan kelasnya masing-masing. Ada pula yang merokok,
paling anak-anak Maba alias mahasiswa baru, belagu banget baru masuk udah
berani ngerokok di dalem kampus.
“Aaakh!
Naya jangan iseng! Nyalain lagi lampunya gue mau selesai nih.” Teriak Aida dari
dalam toilet. Aku emang termasuk orang yang gatel untuk isengin teman yang
lemah. Ups, keceplosan. Just kidding.
“Udah?
Yuk balik.” Tanyaku pada Aida yang baru saja keluar toilet dan merapikan
pakaiannya.
Kami pun kembali kedalam melalui
jalan yang sama. Tunggu, ada yang aneh. Ada yang menarik mataku. Aku melirik ke
arah kumpulan anak cowok disebelah kananku, ini tepat di depan kelas yang
bersebelahan denganku. Mataku langsung tertuju pada sepasang mata itu, satu
cowok itu yang sedang duduk diam.
Mataku
tak berkedip, begitupun dengannya. Apa ini? Biasanya selama aku kuliah tak
pernah berniat lirik kanan kiri, bahkan sampai tak berkutik seperti ini.
Matanya tajam, wajahnya yang kecil dan badannya yang kurus, tapi aku yakin dia
tinggi. Tatapannya cuek padaku, datar tak ada ekspresi, tapi aku? Aku sudah
sibuk mengerutkan dahiku menatapnya. Aku bingung, ada apa dengan orang itu?
Saat
itu entah mengapa waktu berjalan begitu lambat, sangat lambat sampai aku
merasakan tatapannya masuk dalam mataku.
“Nay!”
panggil Aida menepuk bahuku. Seketika itu waktu kembali berjalan cepat.
“Iya?
Kenapa?” aku tersadar.
“Udah
pada masuk tuh, buruan!”
“Oh
iya, udah ada dosennya belum ya?”
“Makanya
buruan masuk.”
“Yah,
belum ada dosennya juga. Keluar yuk! Panas banget di dalem.” Ajakku setelah
menaruh tas di bangku.
Kami duduk di depan kelas kami,
beberapa teman kami ada yang keluar untuk membeli makanan sebelum dosen datang.
Pas sekali di depan kelas kami terdapat papan mading yang ditaruh di
tengah-tengah jalan. Jadi membuat jalan terbagi dua. Masing-masing jaraknya tak
begitu lebar, hanya sekitar satu meter.
Lalu
seseorang melewati kami, yang tadinya kami asik melonjorkan kaki harus melipat
sedikit saat dia lewat. Reflek kami melihatnya, seperti tak asing bagiku.
Entahlah.
Beberapa
menit kemudian dia kembali lagi melewati kami menuju kelasnya. Apa? Matanya
melihat kebawah, menuju arahku, mataku. Sepertinya aku pernah melihat tatapan
cuek itu. Kami baru sadar itu orang yang sama dengan yang tadi, kami pun
tersadar jalan di sebrang kami tak ada siapapun sehingga tak ada yang menghalangi
jalan.
“Eh,
itu orang bulak-balik aja ya?” bisikku pada Aida.
“Iya,
mungkin gak jadi keluar kali tadi.” Jawab Aida.
“Tapi,
liat dong di sebrang kita gak ada orang. Kenapa dia gak lewat sana aja,
daripada lewat sini sempit kan ada kita lagi duduk.”
“Iya
yah, gue baru sadar. Gak tau deh kenapa ya?”
“Eh,
gue inget! Itu orang yang tadi ngeliatin gue. Gue kira ngeliatin lo atau yang
lain, tapi itu lama banget, sampe gue liatin dia balik. Ternyata emang ke gue
liatinnya.” Ucapku lagi.
“Wah,
jangan-jangan dia emang carper alias cari perhatian sama lo. Makanya dia pilih
lewat jalan ini.”
“Ah,
mana mungkin.”
_***_
J
|
anuari – Sudah sebulan aku
memperhatikan dan menyukainya. Aku tak tahu siapa namanya, dari jurusan apa?
Aku tak punya keberanian untuk bertanya sana-sini. Aku hanya mampu menunggu
hari Senin dan Rabu, hari dimana kelas kita selalu bersebelahan. Hanya itu yang
mampu aku lakukan saat ini, aku hanya bisa memperhatikannya dari belakang.
Sebulan terakhir aku tak pernah maju selangkah.
Ya,
cowok itu. Cowok yang saat itu melirikku tajam, akhirnya setelah pertemuan yang
kedua kalinya aku merasakannya. Aku merasakan detak jantungku yang berdebar
saat bertemu dengannya. Semakin hari aku semakin merindukannya, aku sadar itu
cinta. Ya, meskipun aku tak yakin dengan apa yang disebut cinta.
“Hei,
Nay! Lo tau kan sebentar lagi kita UAS. Ini hari terakhir di minggu terakhir lo
bisa ketemu dia. Kapan lo mau nyari tau namanya?” tanya Aida saat kami datang
terlalu pagi dari jadwal(tumben).
“Gimana
dong? Gue kan malu lah.” Jawabku sembari berpikir.
“Liat
tuh kelas dia masih sepi baru ada satu orang yang dateng. Lebih baik lo tanya
ke dia sekarang atau lo bakal nyesel.” Ucap Aida meyakinkan menunjuk arah kelas
cowok itu.
“.....”
aku terdiam, aku bingung. Selama ini aku mengkhayal berharap bertemu dengan
seorang lelaki yang berbeda, lelaki yang sama-sama menyukai Anime, dan berlaku
seperti lelaki di drama-drama Korea. Lalu aku berharap lelaki itu pun seperti
tokoh di komik-komik yang selalu aku baca, cuek tapi sebenarnya sangat baik.
Pokonya memiliki hobi yang sama pula denganku. Dalam benakku itu sudah perfect.
Semua
pikiran-pikiran itu berkecamuk dalam otakku. Bagaimana kalau dia sama saja
dengan lelaki lain, tapi bagaimana kalau dia seperti khayalanku? Ada benarnya
yang dikatakan Aida, UAS di kampusku memakan waktu sebulan, setelah itu belum
tentu jadwal kami masih sama. Jika tidak sekarang bagaimana aku tahu.
“Jangan
diem! Buruan sebelum ada yang lain dateng!” Aida mendorongku sampai ke depan
pintu kelas itu.
Seorang anak
cowok di dalam kelas itu terheran-heran melihat kami. Aku berpikir sejenak, aku
harus berani. Toh hanya bertanya siapa nama dan jurusan dari anak cowok yang
aku suka itu. Aku pun masuk menghampiri cowok itu yang sedang duduk dan sibuk
dengan hp-nya. Sedangkan Aida berjaga di depan pintu, memastikan tak ada yang
datang.
“Sorry,
kamu anak kelas berapa ya?” tanyaku pelan dan gemetar, semoga saja dia tak
menyadarinya.
“Kelas
1KA06. Kenapa ya?” jawabnya.
“Oh
engga, 1KA06 itu Sistem Informasi ya?”
“Iyah.”
“Oh,
maap kamu kenal sama cowok yang ada difoto ini gak?” aku menyodorkan hp-ku
disitu kuperlihatkan fotonya saat dia tak sadar, yang sedang duduk membaca
komik, memakai sweater variesty biru-putih.
“Oh,
iya kenal! Itu mah si Adit!” jawab cowok itu yakin.
“Serius?
Dia anak mana?”
“Wah
kurang tahu deh. Dia anaknya pendiem.”
“Oke,
makasih ya. Jangan kasih tau dia kalau saya nanyain. Oke?!” ancamku pelan. Aku
buru-buru keluar kelas takut kalau-kalau ada yang datang.
“Gimana?”
tanya Aida antusias.
“Dapet.
Ternyata dia kelas satu, namanya Adit!” jawabku dengan senyum yang lebar.
Akhirnya, sebulan kulewati tanpa
melangkah. Kini aku berhasil maju satu langkah. Saat UTS nanti aku pun akan
tenang.
_***_
“Ha?
1KA06? Itu mah kelas temen gw disalah satu UKM yang gue ikutin. Dia ade tingkat
gue.” Ucap Shery terkejut mendengar cowok yang aku suka ternyata temannya dari
temannya shery.
“Serius?
Ih gue minta nomornya dong. Ada yang pengen gue tanyain.” Pintaku sangat
antusias.
Akhirnya
aku maju satu langkah lagi. Aku hanya bertanya seperlunya saja pada adik
tingkatnya Shery itu. Namanya Daisy. Dia lumayan membantu banyak mengenai info
tentang Adit. Ternyata benar Adit orang yang pendiam di kelasnya tak banyak
bicara.
_***_
F
|
ebruari – Pertengahan bulan ini
aku baru saja menyelesaikan UAS yang kemudian disusul dengan Ujian Utama sejak
bulan Januari lalu. Sungguh melegakan. Tiba-tiba hp-ku berdering menandakan
Direct Messages baru masuk.
Ka, kenapa kakak gak coba invite pin BB’a
aja?
By: Daisy
Oh, dia punya? Boleh deh.
By: Naya
Ini kak, xxxxxx nanti aku suruh dia accept
ya.
Coba aja sekarang, dia lagi aktif tuh.
By: Daisy
Oke, makasih ya dek. J
By: Naya
Sip kak, goodluck ya. ;)
By: Daisy
*Tung
BBM-ku
berbunyi, saat kubuka ternyata Adit menerima invite-ku. Betapa senangnya saat
itu, aku mulai bingung apa yang aku lakukan setelah itu. Apa aku harus memulai
percakapan atau diam saja?
Akhirnya
kuputuskan untuk memulainya dengan basa basi, maklum cara basi. Haha. Sejak itu
kami terus saling balas BBM. Hanya hitungan hari, mungkin sekitar lima hari kami
mengobrol di BBM. Karena saat ini juga kampus kami sudah mulai libur selama
seminggu. Dia tidak banyak gombal. Rasanya
saat itu cinta berpihak padaku, kami saling nyambung. Kami punya hobi yang
sama. Aku senang sekali saat itu, khayalanku terwujud. Ya, dia adalah sosok
impianku selama ini. Dari awal perjuanganku yang hanya mampu memandangnya dari
jauh, sekarang aku bisa berbagi cerita dan canda dengannya. Itu yang membuatku
percaya padanya. Tapi disitulah kepedihan itu muncul.
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Brikan Komentarmu. Supaya Karyaku Semakin Baik Untukmu :)