Akhirnya aku kembali berlibur ke kota asalku Tokyo, dari rumitnya ujian kampusku seminggu kemarin di salah satu universitas di Osaka. Entah kenapa aku begitu rindu kotaku ini padahal baru sebulan tidak pulang.
“Aaahh~ segar sekali rasanya kotaku ini yah meskipun ini pusat kota.” Ucapku merenggangkan tubuh di atas balkon rumahku. Memang rumahku sedikit lebih jauh dari pusat kota, jadi masih terlihat sawah-sawah hijau di depan rumahku.
Aku sedikit menikmati suasana ini, sesekali aku melamun. Bukan, aku sering sekali melamun, mengkhayalkan apa yang ingin aku lakukan nanti.
“Kya! Tunggu dulu, kok tiba-tiba ada Ryouta~kun di khayalku? Akh, sudahlah entah kenapa aku ingin mengabari Ryouta~kun kalau aku sudah sampai di Tokyo. Memang sih setiap kali aku ke Tokyo selalu mengabarinya, tapi tak pernah bertemu. Apa dia memang membenciku?” Akupun masih sedikit linglung dengan lamunanku tadi, lalu kembali ke dalam rumah.
Nah, namaku Inori. Teman-temanku suka memanggilku dengan sebutan Ino, tapi Ryouta~kun selalu memanggilku dengan sebutan Nori. Sedikit menyebalkan, Nori kan rumput laut, dan memang aku sangat pendek daripadanya. Tapi yasudahlah, lagipula aku suka memanggilnya oppa, karena dia adalah senior ku saat di sekolah dulu. Aku juga suka saat aku begitu kecil bersamanya. Mengapa aku memanggilnya oppa, bukan onichan? Karena dia blesteran Jepang-Korea. Sekarang dia sedang bekerja di salah satu perusahaan ternama di Tokyo.
_***_
“Ahhh~ baru semalam di sini kerjaanku hanya tidur saja, pegal sekali.” Ucapku sembari merenggangkan tubuh di atas kasur tercintaku. Ya, aku lelah dengan kesendirianku di Osaka, lelah memikirkan tugas, makan, dan semuanya kulakukan sendiri saat di Osaka.
“Yosh! Mandi ah, sudah jam setengah empat sore rupanya.” Aku pun beranjak menuju kamar mandi.
20 menit berlalu.
Kriiiiinggg..... kriiiiinggg.....
“Ah, kok mati sih. Cuma missed call ternyata. Padahal pas banget udah selesai mandi, udah lari-lari ingin mengangkat.”
“Ha! Oppa, dia menelfonku?” ternyata banyak pesan masuk darinya.
“Ha! Ini serius oppa, Ryouta? Dia mengajakku bertemu.” Aku belum berhenti terkejut.
Sudah setahun ini kami tidak bertemu lagi, ada apa ya? Aku melamun beberapa menit dengan masih menggunakan handuk yang basah, dan terduduk di kasurku. Sebelum pesan masuk berbunyi lagi, menyadarkanku dari lamunan.
Ryouta~kun
Aku jemput ke rumah kamu ya, setengah jam lagi?
“Howaaah! Setengah jam lagi? Aku belum apa-apa!” akhirnya aku bersiap-siap.
Entah apa yang akan kugunakan, mengapa perasaanku tak karuan begini? Ah sudahlah aku pun memakai apa saja pakaian yang terlihat serasi di lemari bajuku. Mungkin karena sudah setahun tidak bertemu, aku jadi merasa kikuk. Kulihat jam di dinding kamarku,
“Oh tidak, lima menit lagi Ryou pasti datang. Oh ayolah kenapa hatiku terus berdegup kencang, membuatku lemas saja.” Aku bergegas merapikan pakaian dan mengoleskan sedikit lipbalm oranye pada bibir mungilku.
Ryouta~kun
Hei! Nori, aku sudah di depan rumahmu. Kenapa sepi sekali, aku sudah memanggil-manggilmu. Apa kau tuli? Cepat keluar!
“Astaga, dia masih saja jahat seperti dulu. T_T” secepat kilat aku menuju keluar rumah dengan sepatu yang belum terpasang.
“Aduh, maaf tadi aku baru selesai man .....” aku tertegun sejenak saat melihat Ryouta~kun benar-benar ada di depan rumahku. Saat sekolah dulu kami tak pernah jalan, hanya sekali dan dia bahkan tak ingin mendekati rumahku, makanya aku selalu dijemput dan diturunkan di depan komplek rumahku.
“Kok sepi sih? Kamu sama siapa di rumah?” dia tersenyum, masih semanis dulu.
“Oh, mmm, iya ayah dan ibuku sedang bekerja. Oppa lupa?” jawabku masih berusaha menenangkan diri dari keterkejutanku tadi. Ryouta itu bekerja di perusahaan yang sama dengan ayah dan ibuku.
“Ouh, tapi kamu sudah ijin ingin pergi bersamaku tidak? Nanti mereka mencemaskanmu.”
“Eeh, iya nanti aku hubungi mereka. Memang kita mau kemana?”
“Bawa helm kamu, kita main. Ayo!” ucapnya tersenyum lebar sembari memutar arah motornya.
Aku kembali ke dalam rumah dan mengambil helm milik ibuku, maklum helm ku sendiri aku tinggal di Osaka. Lalu, aku langsung kembali ke luar menemui Ryouta~kun. Aku tersadar, mungkin dia sudah lebih dewasa sekarang. Dia mampu menganggapku sebagai teman, yah aku harap begitu, aku tak mau di anggap sebagai adiknya lagi. Karena sekarang aku pun sudah bertambah dewasa, dahulu aku memang menyukainya. Tapi sejak tahun lalu, perasaan itu sudah ku timbun dalam-dalam.
_***_
Saat itu, hari sudah sore dan semakin gelap. Terakhir kali dua tahun yang lalu aku melihat punggungnya seperti ini, dulu saat aku diboncengnya untuk main sama seperti hari ini. Dulu aku memang berharap kejadian itu terulang lagi, meskipun butuh waktu dua tahun aku tak menyangka akan benar-benar terulang lagi. Apa yang akan terjadi setelah ini? Tapi aku harus tetap tenang dan melupakan semua perasaan itu. Dulu memang tidak ada yang terjadi, dia hanya merangkulku dan selalu menggenggam tanganku saat berjalan.
“Kyaaa! Ryou~kun pelankan laju motormu ini! Aku kan kecil, yah meski tak sekecil itu.” Aku terkejut dari lamunanku tadi.
“Makanya pegangan.” Jawab Ryouta sedikit berteriak.
“Mmm, iyaa tapi jangan ngebut-ngebut.” Ucapku sedikit pelan, dan kugenggam pinggiran bajunya.
“Nah, sampai juga. Bisa kan turunnya?” ucap Ryouta sembari melepaskan standar motornya.
“Ini, ko udah di parkiran DC mall aja sih? Terus kita mau ngapain?” ucapku melihat kanan kiri sembari turun dari atas motornya yang sedikit tinggi untukku.
DC mall adalah salah satu mall terkenal di Tokyo, terdapat game center yang selalu ramai, pakaian, kosmetik, toko buku, dan bioskop di dalamnya. Jadi mall ini tinggi menjulang, sangat besar.
“Kita nonton, ayo! Nanti keburu malam.” Ajaknya. Kami pun berjalan memasuki mall itu.
Aku sedikit terkejut, nonton? Lagi? Seperti waktu itu? Oke aku harus tenang, mungkin dia hanya ingin ditemani.
Dulu, aku memang menyukainya. Sudah dua tahun, dan selama itu pula aku yakin Ryouta sudah tahu tentang perasaanku. Tapi, entah apa maunya, aku tak pernah mengerti apa yang dia rasakan padaku. Membuatku terus berharap-harap cemas. Membuatku ragu, setiap kali kucoba melupakannya dan menjauhinya dia selalu membuatku tertawa bahagia. Dulu, dia terlalu gengsi untuk sedikit saja menunjukan perhatiannya padaku. Aku jadi bingung, apakah dia membenciku?
Tapi itu hanya masalalu, aku rasa Ryouta pun sudah memiliki kekasih yang dia inginkan, dan itu bukan aku. Lalu kenapa dia masih saja senang menjadi seorang pemberi harapan palsu seperti ini? Lamunanku terus melayang, aku terus berpikir keras, aku ini memang seorang yang penuh rasa ingin tahu. Aku tak bisa diam dengan tenang jika ada yang mengganggu pikiranku.
“Hei, Nori~chan! Kenapa daritadi ngelamun terus? Aku sudah membeli tiketnya untuk kita. Masih ada satu jam lagi sebelum dimulai, kita mau kemana dulu?” ucap Ryouta lagi-lagi mengagetkanku.
“Ah, iya maaf. Haha. Yasudah kita keluar dulu, kita main yuk ke game center di lantai bawah.” Ajakku antusias. Aku tak perduli, apa tujuan Ryouta kali ini dan mengapa. Aku hanya ingin menikmati waktu ini, waktu dimana dahulu aku ingin kembalikan. Ya, akan kunikmati saja.
Sepanjang permainan, kami saling membantu dan tertawa tak karuan. Lalu kami menjelajah tempat mini karaoke. Kenapa dari awal lagu yang kita nyanyikan galau semua dan jatuh cinta semua temanya? Ah, kami menyadari itu dan hanya mampu terkekeh bersama.
Lalu kami jalan ke sini dan ke sana, Ryouta selalu mengelus kepalaku. Dia pun selalu menjagaku saat jalan, takut aku tertabrak orang lain atau mungkin terjatuh. Tubuhku memang kecil sekali dibanding dia yang tinggi sekali. Tapi aku merasa aman bersamanya, dan aku bahagia. Sudah lama sekali beberapa tahun belakangan aku tak pernah tertawa selepas ini tanpa beban. Aku merasa, jika saja dia kekasihku, aku senang karena cara kita selalu bersama seperti sahabat. Bukanlah hubungan yang kekanak-kanakkan.
Kemudian,
“Ryouta! Hmm, lagi asik main ya. Sama siapa?” tanya seorang wanita yang berpapasan dengan kami. Cantik, putih, bibirnya kecil, rambutnya panjang, dan yang lebih penting terlihat dewasa.
“Eh, Yui~chan. Lah, kamu ngapain disini? Tadi diajakin katanya sibuk?” jawab Ryouta.
“Hehe, iyah ini sibuk nganter adik aku nyari alat tulis.” Jawab wanita itu lagi dengan senyum malu-malu.
Aku hanya terdiam melihat mereka begitu akrab, kenapa rasanya hatiku sakit?
“Kamu kan bisa minta antar aku Yui. Kamu sendirian? Naik apa ke sini?” Ryouta terlihat begitu khawatir sampai lupa ada aku di belakangnya.
“Hehe, ah Ryou~kun tak usah sepanik itu. Aku sudah dewasa, aku bisa kemana-mana sendirian.” Ucap wanita itu, senyumnya begitu elegan. Lalu dia melirik ke arahku dengan penasaran.
“Ya tapi aku khawatir Yui, lain kali minta tolong aku supaya aku tak khawatir.” Ryouta masih khawatir.
“Sudah Ryou, sudahlah. Tak usah berlebihan seperti itu. Aku baik-baik saja. Kamu temani dulu temanmu itu, kalian sedang kencan kan? Aku duluan ya.” Ucapnya tersenyum manis seperti bidadari.
“Eh, ituuu. Maaf ya kamu jadi sendirian. Hati-hati Yui, kabari aku kalau ada apa-apa.”
“Iya.” Wanita itu pun pergi.
........
Kami sedikit canggung beberapa menit.
“Itu siapa?”aku mulai membuka percakapan. Hatiku berdebar, aku menahan nafasku.
“Ouh, itu temen aku.” Jawabnya datar, kami berjalan dan berbincang tanpa saling pandang.
“Oh, cantik dan dewasa. Senyumnya pun sangat manis. Tidak mungkin jika hanya teman kan?” ucapku sedikit meledek, dengan hati yang terasa perih.
“Memang hanya teman. Kenapa kau tak percaya?”
“Kau begitu khawatir padanya. Susullah dia, aku tak apa.” Suaraku mulai bergetar.
“Dia bilang tidak apa-apa, sudahlah kita lanjutkan acara main kita saja.” Akhirnya dia tersenyum, sepertinya memaksakan diri.
“Hm, ya baiklah.” Aku berusaha menyabarkan hatiku. Siapa wanita itu? Aku rasa mereka cukup serasi. Ryouta yang tinggi dan dewasa, wanita itupun tinggi, cantik, dan dewasa.
“Hufft.” Kuhela nafas panjangku perlahan.
“Yah sudahlah, sebentar lagi filmnya dimulai. Kita masuk yuk.” Ajak Ryouta mengelus kepalaku sambil tersenyum. Tapi kenapa? Aku selalu menyukai senyumnya.
“Iya. Ah! Ryou~kun lihat ada boneka dalam kotak itu. Ambilah untukku.” Pintaku dengan girang.
Semoga tak terlihat bahwa aku sedang memaksakan diri. Itu adalah kotak boneka yang harus diambil dengan bantuan mesin berjari. Yah kalian pasti taulah. Dia hanya tersenyum dan langsung mencobanya.
“Uwaaah! Sugoi! Ryouta~kun dapet satu, asik. Bonekanya kawaii banget. Domo arigatou Ryou~kun.” ucapku setelah memungut boneka yang sudah jatuh ke dalam kotak pengambilan. Aku lihat dia tersenyum lebar. Aku tidak mengerti.
Kami pun nonton bersama untuk kedua kalinya. Kami pun banyak mengobrol sebelum film benar-benar dimulai.
“Dikasih nama siapa bonka ini? Noi~chan?” tanyanya.
“Mm, aku rasa namanya Ota. Yah, Ota~kun.” jawabku.
“Kenapa?”
“Karena yang mendapatkan ini untukku kamu Ryouta~kun, jadi kuberi nama boneka darimu ini Ota.” Aku menjawab dengan penuh tawa, berpura-pura bahagia. Lagi-lagi dia mengelus kepalaku dengan senyumannya yang manis. Entah sungguhan atau terpaksa juga sepertiku, apa dia tak tahu aku menyimpan luka dalam tawaku ini.
Oke, sepanjang film diputar, Ryouta selalu saja menggangguku. Dia terus saja mencubit pipiku, dan kadang seenaknya tidur di bahuku. Sebenarnya dia niat nonton atau hanya karena aku yang ingin? Tak apalah, aku cukup senang melihatnya bahagia.
Ingin sekali aku bertanya bagaimana perasaan dia padaku, tapi aku rasa jawabannya akan mengecewakan jadi aku urungkan niatku itu. Biarlah, aku terus memendam pertanyaan itu dan menikmati semua hal yang dia berikan. Toh dia hanya membuatku bahagia, sedikit menyakiti memang, kalau perasaanku kembali muncul.
To be continued.. ^_^
By : Tantan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Brikan Komentarmu. Supaya Karyaku Semakin Baik Untukmu :)