Kamis, 22 Januari 2015

Sebuah Pilihan (35) - Part.2 End

(Ada ataukah Tak Ada)

Saat aku menoleh.
Bruk! Ada sesuatu yang menyerang mukaku.

    “Ah! Apa ini?!” teriakku terkejut.

    “Bunga? Rava?!” aku sungguh terkejut begitu melihat buket mawar yang besar di hadapanku dan Rava yang tersenyum lebar di baliknya.

    “Ini untuk kamu, maaf sudah membuatmu bete tadi karena aku sibuk lagi dan lagi.” Ucapnya sangat menyesal.

    “Bagaimana kamu tahu aku di sini?” tanyaku menerima mawar itu.

    “Yah, aku pasti tahu. Kamu kan kalau bete atau bosan selalu main dengan Vio ke kota. Jadi aku mencarimu ke daerah sini karena saat aku ke rumahmu tak ada orang.” Jelas Rava.

    “Rava, ini voucher makan gratis di restauran ayam di sana. Ambilah! Vani daritadi tak mau makan. Untung saja ada kamu, dia pasti sudah baikan lagi sekarang. Aku ada urusan lain.” Ucap Vio tiba-tiba.

   “Oh, terimakasih Vio. Kamu gak mau ikut?” tanya Rava. Vio hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya tanda tak ingin. Lalu dia pergi begitu saja.
Aku hanya menatap punggungnya, kenapa? Bukankah tadi dia hampir mati memakai kostum icon itu? Hanya untukku. Dia pun belum menjawab pertanyaanku tadi. Tapi,,,
_***_

Tiga bulan berlalu. Hari pernikahan kami datang juga.
Kami mendapat banyak ucapan selamat dari teman-teman dan keluarga. Betapa bahagianya kami. Lalu aku melihat bayangan Vio di ambang pintu keluar.

    “Sebentar ya sayang, aku mau keluar dulu, tadi aku lihat Vio.” Ucapku pada Rava meminta izin dan di-iya-kan olehnya. Aku tidak tahu bahwa matanya mengikuti ke arah mana aku pergi.

    “Vio!” teriakku memanggilnya. Dia berhenti dan menghampiriku perlahan.

    “Selamat ya Vani. Maaf aku gak bisa lama-lama. Oh ya, ini ada hadiah sederhana untukmu.” Ucap Vio dengan senyum namun lagi-lagi kulihat ada tatapan sedih di sana.

   “Ini, bola kaca. Wah, ada saljunya. Wah, ternyata di balik sepasang kekasih ini ada menara Eiffelnya. Bagus! Makasih Vio.” Jawabku tersenyum lebar. Namun aku sedikit menunduk karena banyak tamu undangan di luar sini.

    “Itu mungkin yang terkahir, ingatlah wajah bahagiaku ini. Hadapi semua masalah di hidupmu dengan kebahagiaan.” Ucap Vio mengelus rambutku.
      "Kamu cantik Van." Ucap Vio sekali lagi memandangiku kagum, kemudian berlalu. Dia sendirian.

    “Tunggu! Vio!” aku tak mungkin bisa mengejarnya dengan gaun seperti ini. Dia berjalan terlalu cepat seolah melarikan diri. Tidak, dia hilang. Bayangannya hilang. Apa benar ini yang terakhir.

Klik!
     “Eh, apa ini? Ada sebuah laci kecil dari bola kaca itu terbuka saat tak sengaja aku tekan. Ah, ada kertas yang dilipat sangat kecil.” Aku mencari tempat duduk dan membaca isi surat itu.

Untuk Vani,
Yang aku yakin pasti sudah bahagia, sangat bahagia.
Aku adalah lelaki terbodoh di dunia ini.
Pasti kamu mulai tertawa membacanya.
Lalu kamu pasti berkata “Memang kamu sangat bodoh!”
     “Tau saja kau, haha.” Sesekali aku tertawa membacanya. Kemudian,,

Aku mencintaimu,
Aku menyayangimu,
Semua itu berawal sejak pertama kali kita bertemu kembali di SMA.
Itulah jawabanku atas semua pertanyaanmu selama ini.
Tidak, kamu tidak usah menangis untukku. Nanti wajahmu jadi berantakan sperti waktu itu.
    
      “Tapi aku sudah mulai menangis! Dasar bodoh!” batinku.


Saat di danau, aku ingin merebutmu darinya.
Tapi kemudian, dia datang dan kamu malah terlihat begitu lega.
Sebenarnya kamu sangat menyaynginya. Aku tahu tu.
Seharusnya dia tak pernah hadir!
Akulah yang sejak awal ada di sisimu!
Bagaimana mungkin kamu tidak melihatnya?
Apakah karena aku selalu bersembunyi?
Tidak, seharusnya akulah yang mendampingimu saat ini.
Itulah keegoisanku.
Namun akhirnya, aku tidak pernah bisa mampu merebutmu darinya.
Karena kebahagiaanmu ada padanya. Kamu hanya melihat dia.
Sekalipun kau terus terluka namun cintamu padanya mengalahkan segalanya.
Jadi, kamu pasti mengerti mengapa aku hanya diam.
Mengapa aku hanya menjagamu dari belakang.
Karena rasa cintaku yang mampu memendam semuanya demi kebahagiaanmu.
Sudahlah, jangan menangis.
Aku bahagia karena hanya denganku kamu mampu tertawa geli.
Jadi, aku bukanlah beban untukmu. Aku mampu menciptakan kenangan indah. Haha.
Bahagialah bersamanya, maka aku akan bahagia dengan dunia baruku yang tidak ada lagi seorang Vani di dalamnya.
Jika kamu tak bahagia, maka katakan pada Rava, "Vio akan merebutku dengan segera!" dengan tegas. Aku akan segera datang sesegera mungkin. ^_^
Jadi, tersenyumlah selalu untukku. Karena itulah yang kusuka darimu. Kamu selalu bersemangat. :)

    “Vio,,, bodoh! Harusnya kamu di sini menghapus air mataku ini.” aku tak sanggup. Air mataku terus mengalir, semoga saja riasanku tidak luntur.

    “Ya, selama ini kaulah yang selalu ada untukku. Namun kenapa aku begitu buta? Kamu menderita atas kebahagiaanku. Kamu membuatku menjadi orang jahat. Tapi, aku tidak bisa melepas Rava yang sangat aku cintai.” Aku berusaha menghentikan tangisku.

Tiba-tiba, sentuhan jemari hangat menyentuh pipiku. Jemari-jemari itu mengankat wajahku, dan sebuah kecupan hangat mendarat di dahiku.

    “Rava?” aku terkejut.

   “Makasih sudah memilihku. Percayalah padanya bahwa dia akan bahagia suatu saat nanti. Percayalah jika kau menyaynginya.” Ucap Rava menarikku bangkit dari duduk dan memelukku.

    “Apa yang harus aku lakukan? Dia selalu mampu menggantikan posisimu di kala kamu sibuk dengan duniamu. Tapi yang kuinginkan adalah kamu. Aku bingung.” Aku menangis dalam pelukannya.

    “Tidak apa-apa Van. Aku tahu kamu akan sulit memilih ketika Vio mengatakannya. Tapi, akulah yang sekarang sedang memelukmu, Vio sudah emmutuskan untuk melepasmu.” Jelas Rava.
   
    “Tapi,,, tidak akan ada lagi yang membuatku tertawa geli suatu saat nanti ketika kau terlalu sibuk dan meninggalkanku.”

    “Tidak akan kubiarkan itu. Aku sudah berjanji kan? Aku akan selalu di sisimu jika kita sudah menikah. Mulai sekarang jam kerjaku hanya dari pagi sampai sore. Aku sudah membuat perjanjian itu dengan atasnku. Semua untuk menebus kesalahanku hingga membuatmu sulit memilih seperti ini.” Jelas Rava melepas pelukannya.

    “Ya, aku percaya. Karena aku sudah memilihmu. Selama ini aku mampu menghadapi kelebihan dan kekuranganmu. Aku yakin kamu pun percaya padaku. Terimakasih Rava.” Ucapku tersenyum.

Kini yang akan selalu menghapus air mataku adalah Rava. Yang akan selalu membuatku tertawa geli adalah Rava. Yang membutaku nyaman dan aman adalah Rava. Terimakasih Vio untuk rasa sayangmu selama ini. Bahagialah kamu suatu saat nanti dengan wanita yang beruntung bisa mendapatkan cintamu.

_END_

By: Tantan :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Brikan Komentarmu. Supaya Karyaku Semakin Baik Untukmu :)